Pertama Kali, NU dan Muhammadiyah Resmi Mundur dari Program Kemendikbud

23 Juli 2020, 17:54 WIB
Logo Muhammadiyah dan NU. //Kolase

JURNALPALOPO.COM - Pertama dalam sejarah, Organisasi Islam Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah secara resmi mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Bukan tanpa alasan kedua Organisasi tersebut mundur. Pasalnya, program dengan anggaran Rp 657 miliar per tahun ini dinilai banyak permasalahan di dalamnya.

Bukan hanya itu, pihak Muhammadiyah menilai penetapan peserta POP memiliki banyak kejanggalan.

Baca Juga: KPK akan Tindak Tegas Penggunaan Rekening Pribadi untuk Pengelolaan APBN

Protes juga dilayangkan Muhammadiyah terkait dua perusahaan besar yang turut ikut menerima bantuan tersebut.

"Kriteria pemilihan organisasi masyarakat yang ditetapkan lolos evaluasi proposal sangat tidak jelas," kata Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Kasiyarno di Jakarta.

"Karena tidak membedakan antara lembaga CSR yang sepatutnya membantu dana pendidikan dengan organisasi masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah," lanjutnya.

 

Dua perusahaan tersebut adalah Tanoto Foundation dan Sampoerna Foundation, yang masuk ke dalam POP untuk kategori gajah atau dengan kata lain mendapatkan bantuan Rp 20 miliar per tahun dari pemerintah.

Baca Juga: Beberapa Cara Serta Aspek Atasi Hoaks di Masa Pandemi Covid-19 Dari Kominfo

Dikutip dari Pikiran Rakyat Depok berjudul Belum Pernah Terjadi, Muhammadiyah dan NU Resmi Mengundurkan Diri dari Program Kemendikbud.

Dalam menjalankan POP itu sendiri, terdapat tiga kategori yang masing-masing memiliki persyaratan khusus. Ketiga kategori tersebut terbagi ke dalam Gajah, Macan, dan Kijang.

Dilansir dari Antara, Kamis, 23 Juli 2020, kategori Gajah merupakan kategori terbesar yang memiliki sasaran target minimal 100 PAUD/SD/SMP.

Bagi organisasi yang ingin mendaftar ke dalam kategori ini harus memiliki bukti empiris, tidak hanya pada dampak program terhadap hasil belajar siswa, tetapi juga dampak positif terhadap peningkatan motivasi, kinerja, dan praktik mengajar dari para guru.

Baca Juga: Penuhi Janjinya, Jokowi Bubarkan 18 Lembaga Resmi

Serta berpengalaman dalam merancang dan mengimplementasikan program yang akan dijalankan.

Adapun dukungan dana yang akan diberikan untuk organisasi kategori gajah yaitu sebesar Rp 20 miliar/tahun/program.

Sementara Kategori Macan memperoleh dukungan dana Rp 5 miliar/tahun/program. Kategori ini memiliki jumlah sasaran target yang dibatasi antara 21 sampai 100 PAUD/SD/SMP.

Syarat bagi organisasi yang ingin mendaftar pada kategori ini tidak harus sampai pada evaluasi dampak hasil belajar, tetapi minimal memiliki dampak empiris terhadap peningkatan profesional para guru baik pendidikan inovasi, kreativitas dan praktik kinerjanya.

Baca Juga: Kasus Kebocoran Data Konsumen Telkomsel Berbeda dengan Tokopedia dan Bukalapak

Kategori yang ketiga yaitu Kijang. Kategori ini diperuntukkan bagi organisasi baru yang terbukti mampu merancang dan mengimplementasikan program dengan baik.

Kategori Kijang akan memperoleh dukungan dana maksimal Rp1 miliar/tahun/program dengan sasaran target 5 sampai 20 PAUD/SD/SMP.

Kasiyarno menambahkan, pihaknya memiliki 30.000 satuan pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia.

Selain itu Persyarikatan Muhammadiyah juga sudah banyak membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka.

Baca Juga: Press Conference BNPB Terkait Bencana Banjir Bandang Luwu Utara

"Sehingga tidak sepatutnya diperbandingkan dengan organisasi masyarakat yang sebagian besar baru muncul beberapa tahun terakhir dan terpilih dalam Program Organisasi Penggerak Kemdikbud RI sesuai surat Dirjen GTK tanggal 17 Juli Tahun 2020 Nomer 2314/B.B2/GT/2020," katanya.

Meski begitu, Kasiyarno menambahkan, akan tetap berkomitmen membantu pemerintah dalam meningkatkan pendidikan dengan berbagai pelatihan, kompetensi kepala sekolah, dan guru melalui program-program sekalipun tanpa keikutsertaan dalam Program Organisasi Penggerak itu.

Selain Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Maarif NU juga memutuskan mundur dari program ini. Hal ini karena POP dinilai syarat kejanggalan dalam proses administrasinya.

Ketua Lembaga Pendidikan Maarif NU, Arifin Junaidi menilai, program ini dari awal sudah janggal. Ia mengaku, awalnya dimintai proposal dua hari sebelum penutupan.

Baca Juga: Disinyalir Berada di Malaysia, MAKI Minta Jokowi Turun Tangan Pulangkan Djoko Djandra

"Kami nyatakan tidak bisa bikin proposal dengan berbagai macam syarat dalam waktu singkat, tapi kami diminta ajukan saja syarat-syarat menyusul. Tanggal 5 Maret lewat website mereka dinyatakan proposal kami ditolak," katanya.

Arifin mengungkapkan, entah mengapa pihak Kemendikbud kembali menghubungi Lembaga Pendidikan Maarif NU untuk meminta melengkapi persyaratan.

Kala itu, Lembaga Pendidikan Maarif NU diminta menggunakan badan hukum sendiri bukan badan hukum NU.

"Kami menolak dan kami jelaskan badan hukum kami (yakni) NU," katanya.

Baca Juga: Curhatan Prabowo, Hashim Kaget Mendengar Sang Kakak Kembalikan Uang Rp 50 Triliun

Selain itu, Kemendikbud kembali meminta surat kuasa dari PBNU. Padahal syarat tersebut tidak sesuai dengan AD/ART.

"Kami terus didesak, akhirnya kami minta surat kuasa dan memasukkannya di detik-detik terakhir," ujarnya.

Hingga puncaknya, Rabu, 22 Juli 2020 kemarin, Arifin mengatakan, dia mendadak dihubungi Kemendikbud untuk mengikuti rapat koordinasi.

Padahal saat itu, belum ada surat keterangan penetapan program Kemendikbud itu.Baca Juga: Penjelasan Mahfud MD Terkait BIN Tak Lagi Dikoordinasikan Kemenko Polhukam

"Tadi pagi kami dihubungi untuk ikut rakor pagi tadi, saya tanya rakor apa dijawab rakor POP, saya jawab belum dapat SK penetapan penerima POP dan undangan, dari sumber lain kami dapat daftar penerima POP, ternyata banyak sekali organisasi/yayasan yang tidak jelas ditetapkan sebagai penerima POP," ucapnya.

Saat ini Lembaga Pendidikan Maarif NU berfokus menangani pelatihan kepala sekolah dan kepala madrasah 15 persen dari total sekolah/madrasah sekitar 21.000.

Mereka yang ikut pelatihan harus melatih guru-guru di satuan pendidikannya dan kepsek kamad lain di lingkungan sekitarnya. Sementara POP harus selesai akhir tahun ini.

"Meski kami tidak ikut POP kami tetap melaksanakan program penggerak secara mandiri," ucapnya.***

(Penulis : Puji Fauziah)

Editor: Gunawan Bahruddin

Sumber: Pikiran Rakyat Depok

Tags

Terkini

Terpopuler