JURNALPALOPO.COM - Sulawesi Selatan memiliki keberagaman baik budaya maupun kulinernya.
Setiap daerah atau suku di Sulawesi Selatan tentu memiliki ciri khas tersendiri dalam hal kuliner.
Seperti diwilayah Luwu Raya yang memiliki kapurung sebagai makanan khasnya.
Baca Juga: Inggris Join diperang Timur Tengah, Houthi Bakal Berikan Mimpi Buruk ke Amerika Serikat
Kapurung merupakan makanan khas berbasis sagu yang telah menjadi simbol kuliner masyarakat Luwu Raya.
Lantas bagaimana proses mengubah sagu menjadi sebuah makanan yang disebut kapurung.
1. Proses Awal Pembuatan Kapurung
Proses awal pembuatan kapurung dimulai dengan seleksi pohon sagu yang tepat.
Para pengolah sagu, dikenal sebagai passampe atau papperra, menilai kualitas tawaro matase, tanpa terpaku pada usia pohon.
Penebangan dilakukan tanpa ritual khusus, menunjukkan bahwa pohon sagu tidak dianggap sakral.
2. Pengolahan Sagu
Proses pengolahan sagu mengikuti mekanisme tradisional massampe, dengan penggunaan alat bernama sampe. Meskipun sampe masih digunakan, alat penggiling sagu modern juga muncul.
Baca Juga: Cair Bulan Januari, Ini Syarat dan Cara Mendapatkan Bansos PKH, BPNT dan BLT El Nino
Langkah-langkahnya melibatkan pemotongan dan pengulitan batang sagu, diikuti penggilingan menjadi serbuk halus. Serbuk sagu ini kemudian diperas dan diperam sebelum menjadi tepung sagu basah.
3. Proses Pembuatan Kapurung
Proses pembuatan kapurung melibatkan larutan tepung sagu dicampur dengan air panas.
Adonan dibentuk menjadi bulatan kecil dan dicampur dengan air sayur, kacang, serta lauk-pauk seperti ikan atau ayam.
Baca Juga: Menuju Sukses CPNS 2024: Persiapan Tes, Kisi-Kisi Soal, dan Panduan Pendaftaran Online
Jenis kapurung bervariasi, masing-masing dengan bumbu dan cara penyajian yang khas.
Kapurung bukan lagi sekadar makanan kampung tetapi telah merambah ke tingkat nasional hingga mancanegara.
Awalnya dianggap sebagai makanan rakyat, kini kapurung juga disajikan pada acara resmi dan dihadirkan untuk rombongan pejabat.
Di Masamba, Luwu Utara, kapurung memiliki peran sosial yang penting karena melibatkan ritual silaturahim.
Baca Juga: Pantas Netizen Indonesia Cukup Ditakuti, Ternyata Nomor 1 di Dunia Dalam Hal Ini, Patut Dibanggakan?
Kapurung lebih nikmat ketika disantap bersama-sama, menjadi tak tergantikan dalam acara keluarga, hakikah, pernikahan, dan acara lainnya.
Keunikan cita rasa dan proses tradisional membuat kapurung tetap relevan, menjadikannya bukan hanya makanan kampung, melainkan bagian tak terpisahkan dari identitas dan perubahan budaya masyarakat Luwu Raya.***