Habitat Monyet dan Kera Lokal di Hutan Sulawesi Tergusur Akibat Penebangan Liar

26 Oktober 2020, 11:56 WIB
Monyet hitam khas Sulawesi. /ANTARA FOTO/Fiqman Sunandar/Asf/nz/15

JURNALPALOPO - Hutan di Sulawesi serta keragaman hayati yang berada didalamnya semakin rusak dengan adanya penebangan liar dan ekpansi perkebunan kelapa sawit.

Sulawesi merupakan pulau terbesar keempat di Indonesia dengan berbagai keragaman hayatinya yang dikenal sebagai laboratorium biologi evolusi terkemuka di dunia. 

Sulawesi juga dikenal sebagai wilayah Wallacea, yang merujuk pada Alfred Russel Wallace, seorang penjelajah dan naturalis asal Inggris yang hidup pada abad kesembilan belas.

Baca Juga: Hari Ini! Shopee Gajian Sale Hadirkan Gratis Ongkir, Cashback 100%, dan Flash Sale 60RB!

Walaupun belum separah di Sumatra dan Kalimantan, menurut sebuah penelitian yang dikutip dari the conversation, menguak bahwa penebangan hutan (deforestasi) di Sulawesi telah mencapai tingkat yang membahayakan dan berisiko menghancurkan habitat kera dan tarsius lokal.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa Sulawesi kehilangan 10,89 persen dari wilayah hutannya, atau sekitar 2,07 juta hektare, selama 2000-2017.

Data ini berdasarkan Peta Perubahan Hutan Global dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara adalah daerah dengan tingkat deforestasi yang paling tinggi.

Baca Juga: Pasca Kematian Lee, Saham Afiliasi Samsung Naik dan Memicu Harapan

Kedua provinsi ini kehilangan 13,41 persen dan 13,37 persen tutupan hutan selama kurun waktu tersebut.

Ini artinya tingkat rata-rata deforestasi untuk provinsi-provinsi di Sulawesi berkisar antara 0,42 persen hingga 0,85 persen setiap tahun.

Itu masih lebih rendah dibandingkan tingkat rata-rata nasional, yaitu satu persen setiap tahun.

Dampak negatif dari peningkatan deforestasi di Sulawesi sanga kelihatan pada kehidupan primata lokal, yang merupakan sepertiga dari semua primata di Indonesia.

Baca Juga: Diterpa Isu Reshuffle, Fahri Hamzah: Kabinet Kerja Harus Menjadi Kabinet Krisis

Sulawesi hanya memiliki dua marga primata, Tarsius dan Kera, tapi keduanya telah berkembang biak menjadi lebih banyak spesies dibandingkan marga yang sama di pulau-pulau lainnya di Indonesia.

Spesies kera campuran dan silang balik asli Sulawesi adalah binatang yang cukup terkenal di kalangan para peneliti.

Keberadaan mereka menjadikan Sulawesi laboratorium yang penting untuk studi genetik dan evolusi primata.

Sulawesi adalah rumah bagi tujuh belas primata endemik yang menarik perhatian banyak ahli primata dunia.

Baca Juga: Pengadaan Vaksin Covid-19 Diperkirakan Mundur, Pemerintah Diminta untuk Tidak Terburu-buru

Primata endemik tersebut memiliki peran penting dalam menciptakan biota Sulawesi yang sangat unik.

Primata-primata ini adalah indikator yang sangat baik dalam melihat keberlangsungan hidup spesies lainnya karena peran penting mereka dalam menyebarkan benih pohon.

Namun, tingkat dan laju deforestasi di Sulawesi saat ini telah berdampak pada habitat primata.

Ketika hutan semakin rusak, maka primata makin tergusur.

Baca Juga: Survival Tingkat Dewa, Beberapa Spesies Ini Mampu Hidup Meski Tidak Makan dan Minum Dalam Waktu Lama

Macaques ochreata, atau monyet hitam di Sulawesi Selatan bagian timur dan Tarsius pelengensis, atau Tarsius pulau peleng, di Sulawesi Tengah telah kehilangan 14 persen habitat mereka, diikuti dengan M. hecki, atau dikenal sebagai monyet hige, dan M.tonkeana, atau monyet boti.

Kerusakan hutan telah terjadi di zona yang menjadi tempat kera dari beragam spesies melakukan kontak.

Keberadaan spesies baru, Tarsius supriatnai, dikenal sebagai Tarsius Jatna, juga terancam karena deforestitasi.

Penelitian menunjukkan bahwa spesies itu telah kehilangan 12 persen habitatnya.

Baca Juga: Cara Memerahkan Bibir Hitam Secara Alami yang Bisa Anda Lakukan di Rumah

Di Sulawesi Tengah, pembangunan jalan raya mengancam zona yang menjadi lokasi monyet boti dan monyet hige melakukan kontak.

Perkebunan jagung, coklat, dan kopi menggusur hutan Enrekang, yang merupakan zona campuran antara monyet dare dan monyet boti.

Habitat bagi primata-primata yang tersisa tidak cukup bagi mereka untuk bertahan hidup kecuali sisa-sisa hutan yang ada dilindungi dan dirawat dengan hati-hati.

Dua provinsi yang memiliki tingkat deforestasi tertinggi, Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan bagian timur, telah menjadikan hutan mereka sebagai tanah pertanian dan perkebunan untuk kelapa sawit, jagung, dan cokelat, dan juga penambangan nikel.

Baca Juga: Sering Diolah Menjadi Masakan Lezat, 6 Manfaat Ceker Ayam Bagi Kesehatan

Penebangan liar juga menyebabkan deforestasi di wilayah tersebut, bahkan pada wilayah yang dilindungi dan taman-taman nasional.

Masalah menjadi lebih buruk dengan adanya fakta kebutuhan manusia terhadap produk pertanian terus meningkat.

Tekanan populasi dan kurangnya pekerjaan di luar sektor pertanian membuat kebutuhan lahan pertanian semakin meningkat, yang tentu saja akan merusak hutan.***

Editor: Gunawan Bahruddin

Sumber: The Conversation

Tags

Terkini

Terpopuler