"Saat kami mendengar mereka sudah turun ke jalan, ada tembok setinggi 2 meter di rumahku, aku melompatinya," ceritanya yang dikutip Jurnal Palopo dari Aljazeera. Dia pun kabur.
Di jalan, saat mencari taksi untuk membawanya ke Kabul, Sarhadi menelepon istrinya dan memintanya tidak memberitahu siapapun meski saat istrinya tersebut menangis.
"Aku memakai surban agar terlihat seperti anggota Taliban," agar tidak terseteksi, tambahnya, "aku mencoba menelepon keluargaku, tapi tidak sambung."
Sesampainya di ibukota, dia datang ke bandara jam 7 pagi setiap hari, berharap dapat mencapai gerbang.
Baca Juga: Taliban Klaim Kuasa Lembah Panjshir, Kelompok Perlawanan Afghanistan Membantah
Berkat kontak yang dimilikinya di Komite Perlindungan Jurnalis, namanya akhirnya disampaikan ke orang Qatar, yang kemudian dapat membantunya terbang pergi.
Andish, yang bekerja di stasiun radio lokal di Kabul, mengaku mengetahui bahwa dirinya ada dalam daftar target Taliban sebelum akhirnya berhasil kabur ke Qatar.
Dia tidak punya istri maupun anak. Namun dia punya saudara laki-laki dan perempuan yang tak ditau kabarnya sejak dia kabur pada 15 Agustus lalu.
"Mereka dalam bahaya," ujar Andish. "Mereka bisa menarget keluargaku jika tidak menemukanku."
Baca Juga: Pendiri Taliban Mullah Baradar, Akan Pimpin Pemerintah Afghanistan yang Baru