Begini Hukum Mengonsumsi Kepiting Menurut MUI dan Masing-masing Mazhab

- 8 April 2021, 09:35 WIB
Ilustrasi kepiting saus padang
Ilustrasi kepiting saus padang /Pexels.com/Roman Odinstov

JURNAL PALOPO - Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah terlebih di bidang perikanan karena sebagian wilayah Nusantara merupakan perairan laut.

Hal ini yang membuat Indonesia memiliki sumber daya alam laut yang melimpah dan menjadi komoditi untuk pemasukan negara.

Dalam hal lain, dukungan sumber daya alam ini juga membuat Indonesia memiliki keberagaman dalam kuliner seafood.

Baca Juga: Liga Italia: Juventus Raup Tiga Poin Saat Menjamu Napoli, Ronaldo Sumbang 1 Gol

Baca Juga: Venue Kompetis 95 Persen Telah Rampung, PB PON Papua Umumkan Siap Menyambut Delegasi Kontingen

Salah satunya adalah kepiting yang merupakan anggota dari famili krustasea. Hewan satu ini telah menjadi kuliner favorit di Indonesia.

Disamping rasanya yang lezat, kandungan gizi dalam makanan laut ini sangat beragam dan dibutuhkan tubuh.

Kepiting mengandung energi, protein, lemak, kalsium, fosfor, vitamin A, vitamin B1, dan kolesterol. Selain itu, juga mengandung asam folat, vitamin B kompleks, omega-3, serta berbagai mineral.

Dalam ilmu fiqih, kepiting dikenal sebagai istilah “al-hayawan al-barma’i", yaitu binatang yang dapat hidup di darat dan di laut, sebagaimana katak, penyu, dan buaya. 

Baca Juga: Hasil Liga Champions: PSG Lumat Bayern Munchen di Allianz Arena

Baca Juga: Menuntut Divaksinasi, Para Pekerja Seks Terpaksa Menghentikan Tugas Sementara Waktu

Hal ini membuat para ulama berbeda pendapat tentang hukum mengonsumsi binatang yang kaya kolesterol ini. 

Melansir NU Online, berikut ini perbedaan pendapat masing-masing mazhab terkait halal tidaknya mengonsumsi kepiting.

Menurut ulama mazhab Hanafi dan Syafi’i, mengonsumsi kepiting hukumnya haram sebab termasuk kategori khaba’its  atau sesuatu yang menjijikkan. 

Bagi mazhab Hanafi, selain ikan, tidak ada yang dapat dikomsumsi sekalipun hidup di laut.

Baca Juga: Tips Menghindari Pertengkaran Hebat Antara Suami Istri, Jangan Pernah Menghina Pasangan

"Dan selain berbagai macam ikan, seperti manusia laut dan babi laut, adalah menjijikkan dan masuk kategori haram. Sedangkan hadits; (Laut itu suci airnya dan halal bangkainya), maksudnya adalah ikan," Ibnu Abidin dalam kitab Raddul Muhtar Alad Durril Mukhtar, juz 6, halaman 307.

"Dan binatang laut dalam bentuk apa pun tidak boleh dimakan kecuali ikan," At Thahawi dalam kitab Mukhtashar Ikhtilafil Ulama, juz 3, halaman 214. 

Dalam kitab mazhab Syafi’i pun juga secara tegas menyebutkan keharaman mengonsumsi kepiting.

“Syekh Abu Hamid dan Imam al-Haramain memasukkan katak dan kepiting ke dalam kategori binatang yang dapat hidup di dua tempat. Dua binatang tersebut diharamkan menurut pendapat yang shahih dan tercatat dalam mazhab. Dan dengan hukum haram ini, mayoritas ulama mazhab memutuskan,” Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’, juz 9, halaman 30. 

Baca Juga: Sinetron Ikatan Cinta Makin Populer, Fiersa Besari Ikut Komentari Peran Elsa di Twitter

Berbeda dengan mazhab Hanafi dan Syafi’i, mazhab Maliki dan Hanbali menghalkan kepiting untuk dikonsumsi. 

Ibnu Abdil Bar, seorang ulama bermazhab Maliki menyebutkan:

“Dan binatang buruan laut semuanya halal, hanya saja imam Malik memakruhkan babi laut karena namanya, begitu pula anjing laut, menurutnya. Dan tidak haram memakan kepiting, penyu, dan katak,” Ibnu Abdil Bar, dalam kitab Al-Kafi, juz 1, halaman 187. 

Senada dengan ulama mazhab Maliki, para ulama mazhab Hanbali juga menghalalkan kepiting. 

Baca Juga: Waspada Tiga Jenis Hewan Ini Akan Muncul dari Toilet, Nomor 1 Paling Bahaya

Baca Juga: Kisah Nawal El Saadawai, Penulis dan Aktifis Asal Arab Pejuang Wanita dengan Segudang Prestasi

Ibnu Muflih, ulama mazhab Hanbali menuturkan: 

“Dan dari imam Ahmad tentang hukum kepiting dan berbagai binatang laut: Ia halal sekalipun tidak disembelih, sebab kepiting tidak memiliki darah (mengalir),” Ibnu Muflih, dalam kitab Al-Mubdi’, juz 9, halaman 214. 

“Setiap apa yang (dapat) hidup di daratan berupa binatang melata laut itu tidak halal, tanpa disembelih (terlebih dahulu), seperti burung laut, penyu, dan anjing laut. Kecuali binatang yang tidak memiliki darah, seperti kepiting, maka boleh dimakan tanpa disembelih,”  Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni, juz 9, halaman 337.

Pada tahun 2002, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang hukum kepiting. 

Fatwa tersebut memutuskan bahwa kepiting halal untuk dikonsumsi sepanjang tidak menimbulkan bahaya bagi manusia.

Fatwa ini berdasarkan hasil temuan MUI yang menyebutkan kepiting merupakan binatang air yang bisa hidup di air tawar maupun laut, bukan hewan yang hidup di dua alam yakni laut dan darat.***

Editor: Gunawan Bahruddin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah