Libur Natal dan Tahun Baru Bisa Jadi Dibatalkan, Sektor Ekonomi Siap-siap dengan Dampaknya

- 20 November 2020, 14:09 WIB
Ilustrasi liburan
Ilustrasi liburan /PRFM

JURNALPALOPO - Pengamat Ekonomi dari Universitas Pasundan (Unpas) Bandung, Acuviarta Kartabi menanggapi wacana pembatalan libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).

Acuviarta menilai pembatalan libur panjang nataru bakal berdampak buruk pada sektor ekonomi, terlebih di Jawa Barat.

Pasalnya, libur panjang Nataru merupaka momentum yang dinanti oleh pegiat usaha baik dari sektor pariwisata, perniagaan hingga sektor lainnya.

Baca Juga: Pejuang Masa Pandemi, Semua Orang Berperan Menekan Laju Penyebaran Covid-19

"Jika libur panjang tersebut kembali dibatalkan seperti libur Idul Fitri lalu, ini akan berdampak buruk kepada pelaku usaha. Pegiat usaha sudah menantikan momen itu untuk perbaikan kualitas usaha yang sudah tertekan sejak hadirnya pandemi di Tanah Air," kata Acuviarta dikutip dari RRI, Jumat, 20 November 2020.

Ia mengaku kurang sependapat jika memang libur Nataru ini dibatalkan. Jika benar hal itu terjadi, maka perekonomian bisa semakin terseok-seok, terlebih saat ini Jawa Barat beradai di zona resesi setelah pada kuartal III perekonomian Jabar masih tertahan di minus 4,08 persen.

Lebih lanjut dijelaskannya, membatalkan libur panjang bukan sebuah solusi dari permasalahan melainkan menambah permasalahan dari sisi lain.

Yang harus diperhatikan bukan bagaimana cara membatalkan libur Nataru, tapi seperti apa pemaksimalan protokol kesehatan ini dijalankan, diawasi, serta penindakannya diterapkan jika ada yang melanggar.

Baca Juga: Ibu Wajib Tau! 4 Sayuran Ini Mendukung Tumbuh Kembang Anak Loh

"Yang penting sekarang itu bagaimana caranya untuk memaksimalkan prokes, karena ini sangat bermanfaat dan membantu kestabilan masyarakat.

"Tapi sangat disayangkan, dalam pengawasan dan penindakannya masih sangat rendah sehingga ini berdampak terhadap rendahnya kesadaran masyarakat dalam menaati kebiasaan baru," jelasnya.

Ia juga mengatakan, memang tidak bisa dipungkiri jika kesehatan dan ekonomi menjadi sektor yang sering bergesekan. Tetapi kedua sektor ini bukan tidak mungkin untuk jalan beriringan.

"Memang kalau kita lihat kedua sektor ini baik ekonomi dan kesehatan layaknya sebuah koin yang berhimpitan, sering banget bergesekan tapi bisa diatur agar jalan beriringan," katanya.

Baca Juga: Apakah Kacang Mete Beracun? Simak Penjelasannya

"Dalam upaya agar keduanya seimbang, peran pemerintah untuk menegakkan protokol kesehatan dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjalankan kebiasaan baru 3M dan 3T sangat diperlukan.

"Ini juga untuk menjaga stabilitas pasar, karena menjadi salah satu kunci penting dalam menggerakan perekonomian nasional," pungkas Acuviarta.

Pakar Epidemiolog dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung Bony Wiem Lestari ikut angkat bicara soal wacana pembatalan libur panjang Natal dan Tahun Baru (Nataru).

Ia mengaku tidak mempermasalahkan jika libur panjang Nataru tetap diberlakukan. Hanya saja, ada beberapa poin yang harus diperhatikan oleh pemerintah agar tidak menimbulkan klaster penyebaran baru.

Baca Juga: Madu Manuka Asal Selandia Baru yang Punya Banyak Manfaat Selain Mengobati

Bony menjelaskan, pemerintah harus berani mengambil sikap untuk membatasi masyarakat yang hendak berlibur ke luar daerahnya, baik kabupaten/kota atau provinsi.

Hal tersebut dilakukan berkaca dari libur panjang Maulid Nabi Muhammad pada Oktober lalu.

Saat itu mobilitas masyarakat tidak terkontrol sehingga menyebabkan penyebaran pandemi Covid bertambah dan diduga dibawa oleh pendatang.

"Sebenarnya libur Nataru atau apapun juga enggak masalah, yang jadi masalah kemarin itu pergerakan masyarakat yang tidak diatur.

Baca Juga: Tes Kepribadian: Apa yang Anda Lihat Pertama Kali? Cari Tahu Apa Misi Anda di Bumi

"Sehingga pada saat libur panjang masyarakat banyak yang berbondong-bondong keluar kota, dampaknya jelas saja membentuk klaster baru akibat terbawanya virus oleh orang yang berasal dari daerah dengan kerawanan tinggi," ungkap Bony, Jumat, 20 November 2020.

Lebih lanjut dikatakannya, pembatasan pergerakan ini dilakukan bukan sebatas untuk menahan penyebaran virus.

Tetapi juga agar tidak menyebarkan pandemi ke daerah-daerah yang saat ini sudah berada di status aman.

"Pembatasan pergerakan ini pastinya agar daerah yang sudah mulai aman tidak terkontaminasi kembali oleh virus yang terbawa dari daerah yang memiliki risiko zona tinggi.

Baca Juga: Joe Biden Dinyatakan Sebagai Pemenang di Georgia Setelah Penghitungan Suara Manual

"Karena yang saat ini kita hadapi itu virus yang tidak terlihat oleh kasat mata, jadi pengawasannya pun harus sangat ekstra," lanjutnya.

Ia pun menuturkan, jika memang ada masyarakat yang hendak melakukan perjalanan ke kampung halaman pada libur Nataru, sebenarnya masih dimungkinkan.

Asalkan masyarakat diwajibkan melakukan rapid tes sebelum keberangkatan dan dicek oleh petugas diperjalanan serta melakukan isolasi mandiri setelah bepergian minimal 10 hari.

"Kalaupun ada yang mau mudik sebenarnya masih bisa, yang penting rapid test dulu deh minimalnya. Terus nanti tunjukkan kepada petugas pemeriksaan dijalan hasil rapid itu.

Baca Juga: Tes Kepribadian: Warna Pelangi Favorit Anda akan Ungkap Aspek Penting dari Kehidupan dan Kepribadian

"Terus yang pasti masyarakat harus isolasi mandiri minimal 10 hari setelah melakukan mudik," tuturnya.

"Selain itu, masyarakat juga harus disiplin dalam menjalankan 3M dan 3T karena prokes tersebut menjadi kebiasaan baru yang harus diterapkan setiap hari untuk mencegah penyebaran Covid," tandas Bony.***

Editor: Gunawan Bahruddin

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah