Luhut: Omnibus Law UU Cipta Kerja Sudah Dikerjakan Sejak Lama

16 Oktober 2020, 09:49 WIB
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. /ANTARA /

JURNALPALOPO – Pengesahan UU Cipta Kerja mendapat penolakan dari berbagai kalangan, terutama dari mahasiswa dan para buruh.

Menurut mereka, UU Cipta Kerja memiliki poin-poin yang akan sangat merugikan masyarakat terutama kaum buruh.

Beberapa kalangan juga berpendapat bahwa pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja dinilai terlalu cepat.

Baca Juga: Prabowo Subianto Dapat Lampu Hijau Masuk AS, Ini Tujuannya Kesana

Hal ini pun dibantah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Luhut menegaskan bahwa Omnibus Law  UU Cipta Kerja sudah dikerjakan sejak lama, bahkan sejak dirinya masih menjabat Menko Polhukam.

"Jangan dibilang buru-buru. Saya ingin mundur sedikit ya. Sejak saya Menko Polhukam, Presiden sudah perintahkan itu. Dia melihat, kenapa itu semrawut.

“Akhirnya kita cari bentuknya dan ketemulah apa yang disebut Omnibus ini," kata Luhut dalam wawancara satu tahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin yang ditayangkan salah satu saluran televisi swasta, Kamis 15 Oktober 2020.

Baca Juga: Tes Kepribadian, 7 Macam Bentuk Kaki ini Menunjukkan Kepribadian Seseorang, Kamu yang Mana?

Berdasarkan perintah Presiden saat itu, Luhut kemudian mengumpulkan para pakar hukum untuk membahas Omnibus Law ini. Namun saat itu pembahasan tidak terlalu serius.

Barulah setelah Pilpres 2019, Omnibus Law dikerjakan dan dibahas lebih terperinci.

"Jadi tidak ada yang tersembunyi. Semua terbuka, semua diajak omong. Tapi kan tidak semua juga bisa diajak omong. Ada keterbatasan," katanya.

Dengan keterbatasan itu, Luhut pun mengakui dalam pembahasan tidak semua pihak yang sepakat. Namun tentu hal itu menjadi ciri demokrasi dalam mengerjakan Omnibus Law Cipta kerja seperti dikutp dari RRI.

Baca Juga: Test Kepribadian, Kenali Karakter Seseorang dari Posisi Tidurnya

Dengan kekurangan itu, Luhut memastikan akan disempurnakan dalam aturan turunan berupa Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Pemerintah (PP) hingga Peraturan Menteri (Permen).

"Kalau itu diperlukan untuk mengakomodasi kekurangan sana sini," pungkasnya.***

Editor: Gunawan Bahruddin

Tags

Terkini

Terpopuler