Selama 70 Tahun Pendeta Prancis Lakukan Pelecehan Seksual Kepada 200 Ribu Anak

6 Oktober 2021, 07:48 WIB
Ilustrasi pelecehan rasial. /Pixabay/mmi9/

JURNAL PALOPO - Pendeta Prancis melakukan pelecehan seksual terhadap lebih dari 200.000 anak selama 70 tahun terakhir.

Jean Marc, kepala komisi yang membuat laporan terhadap penyelidikan tersebut mengatakan gereja telah menunjukkan ketidakpeduliannya selama bertahun-tahun.

Sebagian besar korban pelecehan tersebut adalah anak laki-laki, menurut laporan tersebut, banyak dari mereka berusia antara 10 dan 13 tahun.

Baca Juga: Dirampok KKB Papua, Sebby Sambom Alami Trauma hingga Bersembunyi di Kampung tanpa Listrik dan Internet

Laporan tersebut juga mengatakan jika gereja hanya melindungi dirinya sendiri sebagai sebuah institusi dan menunjukkan kekejamannya kepada mereka yang menderita pelecehan.

Pengungkapan kasus pelecehan di Prancis tersebut tentunya mengguncang Gereja Katolik Roma.

Paus Fransiskus mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada para korban karena memiliki keberanian untuk berbicara.

Ketua Konferensi Waligereja Prancis, Eric de Moulins-Beaufort, mengatakan gereja tersebut membuat malu warga Prancis. Dia meminta maaf dan berjanji untuk bertindak.

Baca Juga: Jubir TPNPB Sebby Sambom Dirampok KKB Papua, Ratusan Juta Raib Seketika

Sauve mengatakan masalahnya masih ada. Dia menambahkan bahwa gereja sampai tahun 2000-an menunjukkan ketidakpedulian total kepada para korban dan baru mulai benar-benar mengubah sikapnya pada 2015-2016.

Sauve menambahkan bahwa gereja perlu mereformasi cara mendekati masalah tersebut untuk membangun kembali kepercayaan dengan masyarakat.

Gereja harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi dan memastikan laporan pelecehan diteruskan ke otoritas kehakiman.

Ini juga harus memberikan kompensasi finansial yang memadai kepada korban, meskipun tidak cukup, tetap diperlukan karena menyelesaikan proses pengakuan.

Puncak pelecehan adalah 1950-1970, kata komisi itu dalam laporannya, dengan kemunculan kembali kasus-kasus di awal 1990-an.***

Editor: Gunawan Bahruddin

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler