Budaya Luwu Dalam Perspektif Kepercayaan Dewata Sewwae, Budaya Spiritual dan Islam

- 2 Juli 2020, 21:49 WIB
Kedatuan Luwu. /Istimewa
Kedatuan Luwu. /Istimewa /

JURNALPALOPO.com - Sebagai sebuah kerajaan tertua di jazirah selatan Sulawesi, Luwu adalah entitas budaya yang memiliki kisahnya sendiri.

Dari kesadaran tersebut, sejatinya orang Luwu dapat lebih mengeksplorasi ‘Luwu’ menjadi sebuah kajian yang akan memperkaya khazanah ilmu-ilmu budaya nusantara.

Sadar atau tidak, realitas ini menunjukkan dua poin penting yang harusnya dicermati oleh orang Luwu.

Baca Juga: Ice Skating Wahana Liburan di City Market Palopo Segera di Buka

Yang pertama, ada banyak orang yang ingin tahu tentang Luwu, dan yang kedua, tak banyak tulisan yang mampu menyegarkan kekeringan literatur-literatur tentang sejarah dan budaya Luwu.

Salah satu langkah yang penulis pikir sangat strategis untuk membuat nilai tambah dari kekayaan budaya (selain untuk menyegarkan kekeringan literatur seperti yang telah disebut di atas) adalah dengan menerbitkan publikasi berupa buku tentang hasil penelitian sejarah dan budaya Luwu.

Dan hal tersebut penulis pikir, oleh M. Akil AS, melalui bukunya Luwu: Dimensi Sejarah, Budaya dan Kepercayaan—berhasil melakukan hal tersebut.

Seperti judulnya, M. Akil AS membahas Luwu dalam tiga dimensi besar, yakni sejarah, budaya dan kepercayaan. Menurutnya, Luwu telah melewati tiga fase kepercayaan yang semakin modern. Tiga fase tersebut adalah kepercayaan dewata sewwae, budaya spiritual dan Islam.

Baca Juga: Festival Aksara Lontara 2020 Resmi Dibuka dan Akan Berakhir 29 Agustus

Kepercayaan kepada dewata sewwae menurut Akil, didefinisikan sebagai wujud penyerahan diri terhadap Tuhan dengan melakukan prosesi ritual terhadap kekuatan gaib yang mendiami alam raya sebagai bagian dari kekuasaan dewata sewwae (dewata langie, mallinoe dan uwwae).

Di Luwu sendiri, kepercayaan terhadap dewata sewwae dewasa ini telah nyaris tak ditemui lagi. Lain halnya dengan budaya spiritual yang ada di Luwu pada masa Dewaraja, yang saat itu sangat maju.

Budaya spiritual ini merupakan sebuah fenomena kekeliruan masyarakat yang terjebak dari kurangnya pemahaman asal-usul aliran yang mempengaruhinya, apakah dari animisme-Hindu-Budha-ataukah dari tradisi Islam.

Fenomen budaya spiritual ini disebut sebagai ‘tareka’. Hingga Islam datang sekitar 1603 M di Luwu, budaya spritual semacam tersebut masih dimaklumi.

Baca Juga: Tana Luwu Mewarisi Beragam Budaya, Salah Satunya Kuliner Tradisional

Kehadiran Islam di Kerajaan Luwu menunjukkan adanya metode dakwah yang moderat dengan kepercayaan lama.

Hal tersebut menurut Akil dapat dilihat dari pola pengembangan lingkungan kota Ware (Palopo) yang menunjukkan ciri-ciri kota Islam di timur tengah dengan adanya masjid, istana dan pasar.

Serta dengan adanya pohon beringin sebagai simbol pengaruh mistik Islam sebagaimana yang berkembang di nusantara kala itu.

Namun, apapun itu tulis Akil, masyarakat Luwu kelihatannya lebih cenderung ke arah pemurnian ajaran Islam, lebih-lebih setelah pemberontakan Kahar Muzakkar lewat DI/TII-nya pada tahun 1950-1965.***

Baca Juga: Beberapa Taman Nasional & Suaka Margasatwa Akan Dibuka Secara Terbatas

(Penulis : Zulham Hafid)

Editor: Gunawan Bahruddin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x