Mentan dinilai Inkonsistensi, Presiden diminta Untuk Evaluasi

1 Juli 2020, 09:00 WIB
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo. /Twitter/@Syahrul_YL /

JURNALPALOPO.com - Presiden Jokowi yang menunjukkan kemarahannya kepada menteri-menterinya dianggap wajar oleh sebagian kalangan.

Pasalnya, beberapa menteri menunjukkan inkonsistensinya dalam bekerja. Salah satunya yang menjadi sorotan adalah Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Kementerian Pertanian belum lama ini melaporkan 34 importir Bawang Putih yang melakukan importasi tanpa ada izin rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) ke Satuan Tugas Pangan Mabes Polri.

Baca Juga: Kemenag Terapkan Protokol Kesehatan dalam Proses Pernikahan Demi Cegah Covid-19

Pengamat Politik dari Universitas Jayabaya Igor Dirgantara mengatakan, pelaporan ini terkesan menumbalkan pengusaha untuk kepentingan tertentu mentan SYL.

Hal ini dinilai inkonsistensi dan menunjukkan komunikasi yang tidak baik dan ketidakkompakan di tubuh Kementan. Serta sikap ‘dua muka’ terhadap arahan presiden untuk menurunkan segera harga bawang putih dan mencukupkan stok di Tanah Air.

Dia menilai Mentan ingin memosisikan tetap menegaskan perlunya ketahanan pangan, namun dalam pelaksanaan impor lamban.

“Ini laporan, seperti cuma ‘cari muka’ dan buang badan saja. Kalau ada kesalahan dengan relaksasi ini, menterinya ingin tetap aman dari reshuffle. Diprediksikan 90% akan ada reshuffle. Menteri bersangkutan (SYL. red) peluang digesernya sangat besar, ” kata Igor dalam siaran persnya, Selasa 30 Juni 2020.

Baca Juga: Dalam Membuka New Normal, Jokowi Tekankan Harus Sesuai Data Keilmuan

Dikutip dari Galamedia berjudul Tunjukkan Inkonsistensi, Presiden Diminta Evaluasi Menteri Pertanian, dia mempertanyakan adanya dua elemen di Kementan yang sikapnya berbeda terhadap pelaksanaan relaksasi impor itu.

Pasalnya, relaksasi importasi ini merupakan arahan langsung Kepala Negara untuk menjaga kestabilan harga bahan pokok termasuk bawang putih dikala pandemi covid-19 yang dijalankan melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 27 Tahun 2020.

Dalam kebijakan ini, untuk mengimpor bisa dilakukan tanpa melalui Surat Persetujuan Impor (SPI) dan Laporan Surveyor (LS). Dalam pelaksanaanya, Badan Karantina Kementan ikut mengawasi produk pangan yang diimpor.

Sebaliknya, belakangan Menteri Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian mengadukan para importir ke Satgas Pangan Polri karena melakukan impor tanpa mengikuti proses RIPH.

Baca Juga: Tren Bersepeda Meningkat, Kemenhub Bantah Pengenaan Pajak Bagi Sepeda

Kementan beralasan impor itu menafikan perundangan yang mewajibkan importir menanam bawang juga di Tanah Air, sebagai syarat kuota impor.

Igor berharap, puluhan importir itu tak menjadi korban politik penguasa. Khawatirnya, mereka dijadikan tumbal untuk mempertahan kursi Mentan.

“Jangan sampai ada korban dalam kasus ini. Semuanya harus dipertimbangkan dengan matang,” imbuh Direktur Lembaga Survei dan Polling Indonesia itu.

Sementara Pengamat Politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing berpendapat bahwa permasalahan ini tak perlu dibawa kejalur hukum.

Baca Juga: Puan Maharani Menyerukan Semangat Gotong Royong di AIPA-ASEAN Leader

Justru membawa ke proses hukum, menunjukkan ketidaksinkronan antar elemen pemerintah. Harusnya Kementan dan Kemendag bisa melakukan komunikasi yang baik.

Dia berpendapat, laporan ini bisa menjadi bumerang bagi Kementan. Ia tak menafikan, jika tak terbukti ada kesalahan dari importasi ini, dapat membuat Menteri Yasin dievaluasi Kepala Negara. Bahkan, berujung dicopot dari kursi menteri.

“Namun, kalau memang betul. Menteri bersangkutan bisa keluar dari masalah pergeseran kursi menteri,” kata Emrus.

Perlu Data

Baca Juga: Tersangka Kasus BBM Belum Ditetapkan, Ini Penjelasan Kapolres Palopo

Pengamat Kebijakan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syafuan Rozi Soebhan mengatakan kebijakan impor bawang putih khususnya relaksasi impor, mestinya disertai angka real terkait kekurangan stok bawang putih di pasaran domestik Mei-Juni 2020. Dia juga menukas, Kemendag harus transparan berapa angka kebutuhan bawang putih domestik per bulannya.

"Kementerian Perdagangan mesti memberikan data tersebut ke publik, selain ke asosiasi petani, pemerintah daerah dan Kementerian Pertanian. Akar persoalannya itu tidak klop peringatan dini kebutuhan bawang putih untuk diproduksi secara lokal, kalau ada kekurangan baru diimpor," kata Syafuan.

Sementara, Kementerian Pertanian akan menyerahkan sepenuhnya kepada Satuan Tugas Pangan (Satgas Pangan) soal sanksi terhadap importir bawang putih yang melanggar syarat RIPH.

Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto menyebutkan bahwa sanksi bagi perusahaan impor yang dilaporkan karena melanggar syarat RIPH selama periode relaksasi bakal ditentukan oleh Satgas Pangan Polri.

Baca Juga: PNS Kota Palopo di Kabupaten Cirebon, Terkonfirmasi Positif Covid-19

"Kami laporkan secara bertahap sejak relaksasi impor dibuka selama Maret sampai Mei. Sanksi dan hukuman ditentukan Satgas Pangan," kata Prihasto.***

(Penulis : Hj. Eli Siti Wasliah)

Editor: Gunawan Bahruddin

Sumber: Galamedia

Tags

Terkini

Terpopuler