Harga Lithium Meningkat, Produsen Baterai Bisa Kekurangan Bahan Baku

- 6 Oktober 2021, 18:13 WIB
ilustrasi baterai dengan bahan baku litihum.
ilustrasi baterai dengan bahan baku litihum. /

JURNAL PALOPO - Melonjaknya permintaan lithium memicu berkurangnnya bahan utama dari pembuatan baterai ini.

Harga lithium telah naik dua kali lipat dari tahun lalu berdasarkan indeks Benchmark Mineral Intelligence lithium karbonat dan hidroksida.

Permintaan bahan yang digunakan dalam EV dan penyimpanan energi terbarukan telah melonjak sementara penambang berusaha meningkatkan pasokan tapi tetap tidak cukup untuk memenuhi konsumsi.

Baca Juga: Pertamina Berhasil Menguji Coba Bioavtur Menggunakan Pesawat CN-235

Cameron Perks, analis mineral di BMI di Melbourne, Australia mengatakan pembiayaan untuk proyek lithium masih terlalu sedikit dan terlambat yang membuat defisit pasar.

Ini merupakan puncak sejak kemerosotan panjang dari tahun 2018 yang berarti investasi di sektor ini melambat ditambah pandemi yang telah memperburuk kendala pasokan.

Di sisi permintaan, transisi energi hijau telah mempercepat adopsi EV dan konsumsi lithium global diperkirakan tumbuh lima kali lipat pada akhir dekade ini, menurut BloombergNEF.

Perks menambahkan akan ada proyek dan ekspansi seiring dengan kenaikan harga. Proyek ini diperkirakan akan membantu meningkatkan pasokan untuk memenuhi permintaan.

Baca Juga: Irvan Mengunjungi Rumah Andin, Elsa Senang dapat Voice Note dari Nino,Sinopsis Ikatan Cinta 6 Oktober 2021

Harga naik di seluruh rantai pasokan. Lelang kedua Pilbara Minerals Ltd. untuk konsentrat spodumene - bentuk setengah jadi - menarik tawaran tertinggi hinggar $2.240 per ton atau sekitar Rp32 juta untuk kargo 8.000 ton, naik dari $1.250 dalam tender perdananya di bulan Juli.

Litium karbonat China hampir dua kali lipat hanya dalam dua bulan, dan litium hidroksida naik lebih dari 70 persen pada periode tersebut, menurut data Asian Metal Inc.

Itu menekan pembuat baterai yang juga menghadapi harga yang lebih tinggi untuk input utama lainnya seperti kobalt dan tembaga.

Setelah satu dekade penurunan harga baterai dari tahun ke tahun, sekarang ada kemungkinan tren akan terhenti karena biaya bahan baku naik, menurut analis BNEF James Frith .

Sekitar 40 persen dari biaya baterai terkait dengan komoditas yang telah reli.

Namun, produsen mungkin dapat mengimbangi beberapa biaya yang lebih tinggi melalui peningkatan proses produksi, mengurangi tingkat memo dan beralih ke bahan kimia baterai yang lebih murah.***

 

Editor: Gunawan Bahruddin

Sumber: Autonews


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah