JURNAL PALOPO- Dalam menyambut bulan suci Ramadhan 1442 H, orang-orang di Indonesia melakukan berbagai tradisi unik sebagai tanda suka cita, atas datangnya bulan yang selalu dirindukan.
Bulan Ramadhan 1442 H sudah di depan mata, membuat umat muslim di seluruh dunia mulai mempersiapkannya, dengan berbagai hal menarik yang memang merupakan tradisi unik ketika bulan penuh rahmat ini datang.
Tak ketinggalan Indonesia, negara yang memang memiliki jumlah umat islam terbesar, menjadikan beberapa daerah menyambut kedatangan Ramadhan dengan berbagai kegiatan yang tidak jauh dari tradisi leluhur mereka.
Baca Juga: Kabar Baik, 8 Sekolah Kedinasan Buka Pendaftaran 2021, Lulusannya Jadi CPNS
Baca Juga: 5 Alasan Restoran Bintang Lima Sajikan Makanan dalam Jumlah Sedikit, Nomor Dua Membingungkan
Baca Juga: Lima Manfaat Air Kelapa yang Jarang Diketahui, Cegah Batu Ginjal dan Bantu Proses Diet
Bukan hal aneh jika cara menyambut ramadhan di Indonesia sedikit berbeda dari negara lain, hal ini di karenakan Indonesia kental akan kepercayaan, adat istiadat, serta budaya.
Adapun beberapa tradisi unik orang-orang dalam menyambut Ramadhan di beberapa kota di Indonesia, antara lain.
1. Dugderan
Tradisi ini datang dari Jawa Tengah, yang telah ada sejak ratusan. Dugderan sendiri merupakan suara dentuman meriam, dan akan diadakan sepekan hingga dia pekan sebelum puasa.
2. Pangir
Pangir, merupakan tradisi mandi sebelum memasuki bulan suci ramadhan, yang hingga saat ini masih dilakukan oleh sebahagian masyarakat Medan.
Baca Juga: 9 Bulan Absen, Marc Marquez Segera Comeback di MotoGP Portugal
Baca Juga: Enam Alasan Sosok Putri Diana Begitu Dicintai, Meski Telah Meninggal Dunia
Orang yang melakukan mandi pangir di sungai atau pantai berarti tengah membersihkan dosa, atau mencujikan diri sebelum ramadhan.
3. Ma'baca
Tradisi satu ini juga masih di lakukan oleh sebagian masyarakat Sulawesi. Dalam ma'baca Anda akan melihat beberapa jenis makanan, seperti nasi ketan dari tujuh hingga dua warna, ayam, serta beberapa jenis kue, yang akan di baca atau di doakan oleh orang-orang terpercaya.
Tradisi ini sendiri di percaya sebagai bentuk suka cita dan rasa syukur kepada sang kuasa, karena masih di beri kesempatan untuk dapat bertemu dengan kembali dengan Ramadhan.
4. Megibug
Meski dihuni oleh mayoritas beragama hindu, namun untuk masyarakat islam di bali, jelang ramadhan juga memiliki tradisi unik yang di kenal dengan Megibug.
Baca Juga: PSM Makassar Tumbangkan PSIS, Hilman Mengaku Memang Mengharapkan Adu Penalti
Baca Juga: Kenali Enam Masalah Hati Akibat Tak Sejalan dengan Aktifitas Anda, Nomor Empat Sering Terjadi
Baca Juga: Penting Diketahui! Selain Bahan Jus dan Salad, Ternyata Tanaman Buah Alpukat Bermanfaat bagi Usus
Tradisi ini sendiri merupakan makanan, yang di simpan di atas daun pisang, kemudian akan di santap beramai-ramai.
5. Nyorog
Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat betawi ini, yaitu membagikan bingkisan kepada keluarga sebelum memasuki bulan suci ramadhan dan idul fitri.
Nyorog merupakan bentuk dari mempererat silaturahmi, dan tanda saling menghormati yang di tandai dengan saudara yang paling muda memberikan bingkisan kepada saudara yang lebih tua.
6. Meugang
Tradisi meugang telah ada sejak tahun 1607-1636 Masehi di Aceh. Meugang dilakukan dengan memasak daging dalam jumlah besar dan menyantapnya bersama keluarga, kerabat, dan anak-anak yatim piatu.
Baca Juga: Korea Selatan Launching Jet Tempur KF-X, Menhan Prabowo Dapat Kesempatan Menyematkan Nama Baru
Baca Juga: Kode Redeem Free Fire, 10 April 2021: Tukarkan Segera dan Dapatkan Hadiah Menarik
Tak jarang daging yang sudah dimasak dibagikan masjid untuk dimakan oleh tetangga dan warga lain, sehingga semua orang dapat merasakan kebahagiaan melalui sedekah dan kebersamaan.
7. Apeman
Tradisi apeman hingga saat ini juga masih rutin di lakukan oleh masyarakat Jogjakarta jelang datangnya bulan suci ramadhan.
Tradisi yang merupakan ungkapan rasa syukur ini di lakukan dengan membuat ratusan kue apem secara tradisional oleh anggota keluarga Keraton Yogyakarta Hadiningrat.
Tradisi Apeman sendiri dipimpin langsung oleh permaisuri sultan, dan diikuti bersama oleh para perempuan dari keluarga keraton lainnya.***