“Saya menjadi guru pendamping khusus di sekolah Internasional selama enam bulan hingga akhirnya saya memutuskan mengajar di SLB secara fulltime,” jelasnya.
Bagi Elwis, ada keistimewaan tersendiri ketika mengajar di SLB. Guru mengembangkan tidak hanya kemampuan akademik peserta didik, tetapi juga life skill.
Ia justru merasa bangga dan senang bisa menjadi bagian dari siswa SLB. Segala perilaku yang anak-anak tunjukkan tetap ada sisi menyenangkan.
Baca Juga: Terkait Perkuliahan Online, Mahasiswa IAIN Palopo Gelar Unjuk Rasa
Seorang guru harus dapat mengajarkan pengetahuan sederhana bagi orang lain, tetapi sangat berarti bagi mereka dan keluarga. Karena siswa SLB tentunya berbeda perilak siswa normal.
“Contohnya seperti kemampuan makan sendiri, menjaga kebersihan diri dan aktifitas aktifitas harian lainnya,” jelasnya.
Menyandang guru SLB perlu memilliki kejelian mengetahui potensi anak yang kadang tertutupi keterbatasan yang mereka miliki. Karena itu setiap lulusan pendidikan luar biasa selalu dibekali keterampilan mengassessment.
Guru harus membantu menemukan dan mengenali potensi setiap anak berkebutuhan khusus. Selanjutnya dibuatkan program untuk mengembangkan selama menempuh pendidikan di SLB.
Baca Juga: Bentuk Bakti UGM pada Masyarakat Melalui KKN-PPM Daring Periode Kedua
Meskipun tidak jarang Elwis menemukan siswa mulai tantrum atau marah seperti membuang benda-benda di sekitar atau merusak apapun di dekatnya.