Tantangan Kementerian Pertahanan di Bawah Prabowo Subianto, Modernisasi Militer Jadi Prioritas

- 10 November 2021, 11:49 WIB
Menhan Prabowo sedang menyimak penjelasan mengenai jet tempur Eurofighter Typhoon
Menhan Prabowo sedang menyimak penjelasan mengenai jet tempur Eurofighter Typhoon /kemhan.go.id

JURNAL PALOPO - Dalam dua tahun terakhir, Menteri Pertahanan Indonesia, Prabowo Subianto menjadi orang paling berpengaruh dalam posisi menteri pertahanan pasca era Soeharto.

Pertemuan delegasi presiden, jaringan formal dan informal, dan sumber daya pribadi telah mendukung posisinya yang kuat sebagai menteri pertahanan.

Ketika Jokowi menunjuk mantan Pangkostrad itu ke kabinetnya pada 2019, Presiden mengungkapkan jika Prabowo lebih tahu daripada dirinya.

Baca Juga: Link Live Streaming Bepanah hari Ini 10 November 2021, Zoya dan Aditya Menikah Lagi

Sebagai menteri pertahanan dengan kredensial militer yang solid, Prabowo telah memperbaiki kelemahan Kementerian Pertahanan, yang secara tradisional dianggap kurang kuat daripada markas Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Prabowo menegaskan hak prerogatif Kementerian Pertahanan dalam menetapkan kebijakan pengadaan pertahanan.

Upaya modernisasi yang sedang Menhan Prabowo, yang dikenal sebagai rencana Minimum Essential Force (MEF), telah sangat tertunda, kebijakan tersebut disambut baik oleh pengguna akhir dan pakar pertahanan.

Pada HUT TNI pada 5 Oktober lalu, Presiden Jokowi menyampaikan dua pesan penting terkait strategi modernisasi TNI.

Baca Juga: Anggota TNI Ditemukan Tewas Gantung Diri, Menggunakan Tali Jemuran

Pertama, mendorong menteri pertahanan untuk memperoleh alutsista terbaik. Kedua adalah penekanan Presiden terhadap perlunya investasi di bidang pertahanan.

Meskipun peralatan pertahanan mahal, itu juga merupakan peluang besar bagi Indonesia untuk memaksimalkan keuntungan ekonomi dari program pengadaan, termasuk mengembangkan dan memperkuat Pangkalan Teknologi dan Industri Pertahanan (DTIB).

Namun tanpa perencanaan yang tepat, dan strategi jangka panjang, pengadaan senjata di Indonesia menjadi serampangan, seringkali ditentukan oleh daya tarik syarat pembelian daripada analisis objektif kebutuhan strategis.

Misalnya, pesawat tempur utama AU Indonesia yang akan didatangkan dalam enam varian yang berbeda dan dari tiga pabrikan yang berbeda pula.

Baca Juga: Like Konten Dewasa, Akun Polresta Kota Bogor Berikan Klarifikasi, Ngakunya Lagi Diretas

Ini dapat memperumit persyaratan pemeliharaan, logistik, inventaris, dan pelatihan kru darat. Tantangan untuk mengelola interoperabilitas platform yang beragam semakin mengurangi efektivitas kekuatan udara.

Dalam RAPBN 2022, Kementerian Pertahanan mendapatkan anggaran sebesar US$9,3 miliar atau sekitar Rp132 triliun, yang akan digunakan untuk program modernisasi alutsista ($3 miliar atau sekitar Rp42 triliun) dan pengeluaran dan kesejahteraan personel militer ($840 juta, sekitar Rp11 triliun).

Mengutip dari Aspistrategist.org, dalam pasar senjata global yang kompetitif, Jakarta pintar menekan syarat-syarat terbaik. Tetapi akuisisi perlu berkontribusi pada struktur kekuatan keseluruhan yang efektif yang didukung oleh tujuan dan prioritas strategis yang jelas.

Perlunya landasan strategis yang lebih kuat untuk program modernisasi militer ditegaskan oleh perubahan situasi strategis Indonesia.

Prabowo sekarang memprioritaskan modernisasi pertahanan, mengembangkan cadangan nasional, dan mengawasi prospek pemilihan presiden 2024.***

Editor: Gunawan Bahruddin

Sumber: thediplomat.com aspistrategist.org


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah