Datu Luwu ke-16 inilah yang memindahkan ibukota Kerajaan Luwu dari Malangke ke Palopo. Dalam pemerintahannya, Palopo ditata dengan prinsip segitiga kompak antara istana, masjid dan pasar. Di antara ketiga obyek bangunan ini, dihadirkan alun-alun sebagai tempat bertemu warga. Dalam skala yang lebih besar, kebijakan penataan struktur ruang Palopo kala itu dibagi atas 3 wilayah, yakni Tana Bangkala, Lalebbata & Tana Tekko.
2. Daeng Pamatte
Dalam beberapa sumber lisan, Daeng Pamatte juga dikenal sebagai Pong Mante oleh warga Toraja, atau Fung Man Tek oleh warga keturunan Tiongkok. Ia adalah arsitek dari Masjid Jami Tua. Masjid ini dibangun dengan menggabungkan antara nilai-nilai budaya Luwu dengan ajaran Islam. Dengan berdirinya Masjid Jami Tua yang monumental ini, maka bisa dikatakan bahwa Palopo pada saat itu memasuki era baru dalam berkota.
3. Obsenter Noble
Baca Juga: Pengunjung Dibatasi, Taman Margasatwa Ragunan Siap Dibuka Kembali
Ia adalah arsitek dari Istana Salassae, tempat Datu Luwu tinggal. Bangunan istana permanen ini terbuat dari dinding batu bata dan beton. Istana ini dibangun di atas reruntuhan istana lama (Langkanae) yang dirubuhkan oleh pemerintah kolonial. Dibangun tahun 1920, Datu Luwu pertama yang mendiami adalah Andi Kambo Opu Daeng Risompa. Dengan massa bangunan yang relatif besar dan halaman yang cukup luas, Istana Salassae berhasil memberi perubahan besar dalam citra Kota Palopo saat itu, hingga di pertengahan periode orde baru.
4. Djie Adjeng