JURNAL PALOPO - Pesawat tak berawak tau drone asal Turki Bayraktar TB2 menarik perhatian pemerintah Ethiopia.
Keinginan pemerintah Ethiopia memiliki drone Bayraktar TB2 menciptakan spekulasi tentang perang Tigray, menurut laporan Reuters.
Dalam laporan itu juga, pemerintah Ethiopia telah menandatangani perjanjian kerja sama militer dengan Ankara untuk mendatangkan Bayraktar TB2.
Baca Juga: Jadwal Acara Trans7 7 November 2021: Jadilah Saksi Pemenang MotoGP Hari Ini di Sirkuit Algarve
Menurut laporan Guardian, Alex de Waal, Direktur Yayasan Perdamaian Dunia di Universitas Tufts, mengatakan jika perang Tigray sudah dalam skala intens dan keganasan.
Selain Ethiopia, Indonesia juga membutuhkan membutuhkan lebih banyak drone serang alias unmanned combat aerial vehicle, UCAV.
Mengutip Zona Jakarta, Kini Indonesia rupanya ikutan berminat membeli setelah melihat kiprah Bayraktar TB2 di Nagorno Karabakh.
Hal itu diketahui dari unggahan akun twitter @mavivatannet dimana Indonesia dan Turki mencapai kesepakatan pra pembelian Offshore Patrol Vessel (OPV) dan UAV SIHA alias Bayraktar TB2 paket komplit.
Bayraktar sendiri dirancang sejak tahun 2004. Pada awalnya Angkatan Darat Turki hanya hanya menginginkan drone intai saja.
Model pertama yakni Bayraktar TB1 pun mampu memenuhi ekspetasi AD Turki sebagai drone intai yang sudah sangat mumpuni.
Seiring perkembangan, Turki pun menginginkan UCAV dan lahirlah Bayraktar TB2.
Bayraktar generasi kedua ini kemudian dipersenjatai dengan bom pintar yakni MAM dan rudal buatan Roketsan.
Walau digolongkan sebagai UCAV Medium Alttitude Long Endurance (MALE) Bayraktar TB2 bisa terbang selama 27 jam tanpa perlu mendarat untuk isi ulang bahan bakar di ketinggian 27 ribu kaki.
Tak hanya Ethiopia dan Indonesia saja yang menginginkan drone Bayraktar TB2 , Maroko, Turkmenistan, Polandia, Qatar, Libya hingga Ukraina justru telah menggunakan drone pembunuh ini.***