Press Conference BNPB Terkait Bencana Banjir Bandang Luwu Utara

- 19 Juli 2020, 22:55 WIB
Kondisi Kota Masamba pasca banjir bandang.
Kondisi Kota Masamba pasca banjir bandang. //KOMBEN BNPB/Ranti Kartikaningrum

JURNALPALOPO.COM - Data terakhir dari Pusdalop menyebutkan bahwa korban bencana banjir bandang Luwu Utara adalah 36 meninggal dunia, 67 hilang, 51 luka-luka dan 14.483 yang mengungsi.

Dalam press conference yang dilaksanakan BNPB, Minggu 19 Juli 2020, Kepala Pusat data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan, Raditya Jati, menyebutkan bahwa kawasan Luwu Utara merupakan kabupaten yang memiliki resiko sedang dan tinggi.

Menurutnya, bencana banjir bandang terjadi akibat peralihan lahan.

Baca Juga: Disinyalir Berada di Malaysia, MAKI Minta Jokowi Turun Tangan Pulangkan Djoko Djandra

"Kira-kira ada peralihan fungsi lahan," katanya.

Dalam pemaparannya, dia menyebutkan ada beberapa titik yang mengalami peralihan fungsi lahan dan beberapa yang sudah kembali tertutup vegetasi.

Tampilan titik bencana sebelum dan sesudah kejadian dapat dilihat melalui situs inarisk.bnpb.go.id.

Sebelumnya, Kepala BNPB yang meninjau lokasi menyebutkan ada tiga hal yang menyebabkan bencana ini bisa terjadi, pertama, masalah hujan yang cukup tinggi, kedua, peraliha fungsi lahan dan ketiga, adanya patahan di hulu yang menyebabkan kondisi tanah melemah.

Baca Juga: News Video: Update Jumlah Jenazah Korban Banjir Bandang, Sabtu (18/07/20)

Menurut Indra Gustari, Kepala Bidang Analisis Variabilitas Iklim, BMKG, Hingga Juni, baru 64 persen wilayah di Indonesia yang sudah memasuki musim kemarau. Sisanya masih mengalami musim hujan dengan pontensi curah hujan tinggi.

Kabupaten Luwu Utara termasuk wilayah yang masih mengalami mengalami musim hujan dengan curah hujan tinggi diatas 50 milimeter sepanjang tahun.

"Puncak hujan untuk daerah Masamba adalah diakhir Maret hingga akhir Juni," paparnya.

Menurutnya, curah hujan pada tanggal 13 Juli tergolong rendah.

Baca Juga: Kemensos Beri Tunjangan Kematian Rp. 15 Juta, Bagi Korban Banjir Bandang Luwu Utara.

"Curah hujan atau banjir yang terjadi di Luwu Utara ini bukan hanya terjadi karena hujan pada 13 juli, tapi merupakan akumulasi dari hujan sebelumnya selama sepuluh hari yang terbilang tinggi diatas 50 milimeter," tambahnya.

Senada dengan hal tersebut, M. Rokhis Khomarudin, Kepala Pusat Penginderaan Jarak Jauh, LAPAN mengatakan, pantauan satelit Himawari-8 menunjukkan adanya hujan yang lebat pada tanggal 12 hingga 13 juli.

LAPAN juga menunjukkan adanya penurunan lahan hutan primer seluas 20 ribu hektar, peningkatan pertanian lahan basah seluas 10.595 hektar dan peningkatan lahan perkebunan seluas 2.261 hektar selama sepuluh tahun.

Titik-titik lokasi longsor di Luwu Utara dalam beberapa bulan terakhir.
Titik-titik lokasi longsor di Luwu Utara dalam beberapa bulan terakhir. /LAPAN

Baca Juga: Jalur Lalu Lintas Menuju Lokasi Banjir Bandang Luwu Utara Padat Merayap

Namun menurutnya, perubahan penutupan lahan ini bukan merupakan faktor utama penyebab bencana banjir bandang. 

Agus Budianto, Kepala Bidang Mitigasi Gerakan Tanah, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana, Badan Geologi, KESDM dalam pemaparannya mengatakan daerah Masamba mempunyai potensi gerakan tanah menengah dan tinggi.

"Kestabilan lereng sudah terganggu sejak bulan Mei atau bahkan sejak bulan Desember," ungkapnya.***

 

Editor: Gunawan Bahruddin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah