KPK Ungkap Motif Setiap Laporan yang Masuk, Pelaporan Luhut-Erick Motifnya Apa ya?

- 17 November 2021, 09:52 WIB
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Kuningan Persada Jakarta Selatan.
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Kuningan Persada Jakarta Selatan. /Antara News

JURNAL PALOPO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan motif apa saja yang menjadi dasar setiap laporan yang masuk ke mereka.

Beberapa diantaranya terkait dengan politik, ekonomi dan lainnya. Meski demiikian, KPK tetap menerima setiap laporan yang masuk dan memprosesnya.

Melansir Pikiran-Rakyat.com dari Antara, wakil ketua KPK, Nurul Ghufron menegaskan jika KPK akan melakukan tugas sesuai dengan fungsinya sebagai lembaga antirasuah.

Baca Juga: Sinopsis Gopi 17 November: Gara-gara Cokelat, Rashi Marah pada Gopi dan Bertengkar Lagi

Menurut Ghufron, KPK memiliki standar hukum sendiri, baik prosedur maupun ketentuan syarat.

KPK akan bekeja sesuai prosedur yan berlaku. Setiap laporan yang masuk akan ditelaah terlebih dahulu terkait kelayakan sebagai dugaan tindak pidana korupsi (tipikor).

Jika laporan tersebut telah ditelaah dan hasilnya memiliki unsur tindak pidana, maka pihak KPK akan melakukan penyelidikan dan penyidikan berlanjut sesuai prosedur hukum yang berlaku.

Terkait soal motif dibalik laporan-laporan yang masuk ke KPK, Ghufron tidak menampik jika laporan-laporan tersebut ada motif politik, ekonomi, dan lainnya di belakangnya.

Baca Juga: Agus Harimurti Yudhoyono Dipromosikan di Luwu Raya Maju Pilpres 2024, IAS: AHY Presiden Harga Mati

Meski begitu, apapun motifnya kata Ghufron, jika memenuhi ketentuan hukum maka KPK akan menindaklanjutinya. Namun, jika aspek hukumnya lemah, tidak bisa dilanjutkan.

Sebelumnya, Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) berencana akan melaporkan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pelaporan ini terkait adanya dugaan keterlibatan beberapa pejabat di lingkaran Presiden Jokowi dalam bisnis tes Covid-19 Polymerase Chain Reaction (PCR).

Menurut Wakil Ketua Umum Prima, Alif Kamal, pelaporan ini sejalan dengan program prioritas partainya yang mendorong adanya pemerintahan yang bersih dan anti-oligarki.

Baca Juga: Ilham Arief Sirajuddin Nyatakan SIap Maju di Pilgub Sulsel 2024, Siapa yang Menyusul Selanjutnya?

Selain itu, Prima juga dengan tegas menolak penyalahgunaan kekuasaan oleh penyelenggara negara demi keuntungan pribadi maupun kelompok.

Apalagi jika dilakukan dalam kodisi masyarakat sedang kesulitan akibat pandemi Covid-19 yang sampai saat ini belum juga selesai. Atas dasar inilah Prima akan melaporkan beberapa pejabat negara ke KPK.

Salah satu yang menjadi dasar pelaporan tersebut adalah adanya sejumlah bukti terkait keterlibatan sejumlah menteri dalam bisnis pengadaan tes PCR.

Sebelumnya, mantan Direktur YLBHI, Agustinus Edy Kristianto mengungkapkan bahwa ada menteri di pemerintahan Jokowi yang terlibat bisnis tes PCR.

Baca Juga: Mahkamah Agung Kurangi Masa Tahanan Habib Rizieq Shihab, HRS akan Bebas Dalam 2 Tahun

Menurutnya, para menteri itu terafiliasi dengan PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI), penyedia jasa tes Covid-19.

Salah satu menteri yang terlibat menurut Agustinus adalah Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Kordinasi Bidang Kemaritiman Republik Indonesia (Menko Marves).

Luhut diduga terlibat melalui PT Toba Bumi Energi dan PT Toba Sejahtra, anak PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA).

Nama lain yang diduga terlibat adalah Menteri BUMN, Erick Thohir.

Baca Juga: Jadwal Acara Link Live Streaming RCTI Hari Ini, 17 November 2021: Ikatan Cinta hingga Amanah Wali

Erick dikaitkan dengan Yayasan Adaro Bangun Negeri yang dipimpin saudara Erick, Boy Thohir yang berkaitan dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO).

Sementara itu Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesehatan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit tata kelola bisnis PCR di Indonesia.

Permintaan tersebut disampaikan langsung di kantor BPK pada Selasa. 9 November 2021 bersama sejumlah lembaga lainnya diantaranya Indonesian Audit Watch (IAW), Institut Ekonomi Politik Soekarno Hatta, serta Petisi 28.

Sebelumnya, pemerintah sempat mewajibkan tes PCR sebagai syarat perjalanan di dalam negeri. Kebijakan ini menurut pegiat anti-korupsi berpotensi menguntungkan kepentingan bisnis Menteri Luhut dan Erick Thohir.

Baca Juga: Lowongan Kerja : Indonesia G-Shank Precision Mencari Supervisor Quality Control

Terlebih saat ini Luhut diberi mandat menjadi Koordinator Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa-Bali.

Menurut Peneliti Pukat UGM Zainal Arifin, Luhut dan Erick telah melanggar etika sebagai pejabat publik yang banyak terlibat dalam kebijakan penanganan pandemi.

Presiden Jokowi sebagai pemimpin negara pun diminta mempertanggungjawabkan konflik kepentingan yang terjadi dalam lingkup kabinetnya ini.

Menurut dia, Presiden Joko Widodo berkewajiban menegakkan kembali etika yang dilanggar kedua menterinya.

Di sisi lain, Zainal juga mendesak agar lembaga penegak hukum seperti KPK, kepolisian, maupun kejaksaan segera mengusut dugaan konflik kepentingan ini tanpa perlu menunggu laporan masyarakat.***

 

Editor: Gunawan Bahruddin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah