Dinilai Melanggar Kode Etik, DKPP Mencopot Aref Budiman dari Jabatan Ketua KPU RI

14 Januari 2021, 06:59 WIB
DKPP menjatuhkan sanksi memberhentikan Arief Budiman dari jabatan Ketua KPU. /Boyke Ledy Watra/Antara

JURNALPALOPO - Dewan Kehormatan Penyelanggara Pemilu (DKPP) memberhentikan Ketua KPU Arief Budiman dari jabatannya, Rabu, 13 Januari 2021. Pemberhentian ini diambil berdasarkan putusan DKPP dalam sidang pembacaan putusan perkara yang dibacakan ketua DKPP, Muhammad.

Sidang yang yang digelar secara daring ini memutuskan mencopot Arief Budiman dalam putusan perkara nomor 123-PKE - DKPP/X/2020. Diketahui putusan itu terkait dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang dilakukan oleh Arief.

Keputusan ini berisi sanksi keras terakhir dan pemberhentian dari jabatan ketua KPU RI yang di jabat Arief Budiman. Selain itu, DKPP juga memerintahkan KPU untuk melaksanakan putusan tersebut serta meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengawasinya.

Baca Juga: Tes Kepribadian: Gambar Pemandangan Pilihan Anda Ungkap Karakter Tersembunyi

DKPP menganggap Arief Budiman melanggar kode etik dan pedoman penyelenggaraan pemilu saat ia mendampingi Evi Novida Ginting saat menggugat keputusan presiden di PTUN Jakarta.

Muhammad dalam pembacaan putusan tersebut mengatakan bahwa KPU secara kelembagaan terkesan menjadi pendukung utama Evi dalam memperjuangkan hak-haknya dalam melakukan perlawanan terhadap putusan DKPP.

Meski saat itu, Arief Budiman hadir sebagai bentuk dukungan pribadi, namun nyatanya DKPP menilai hal tersebut termasuk kategori pelanggaran kode etik.

Sikap Arief Budiman ini seolah-olah menunjukkan penyalahgunaan wewenang dan tidak adanya penghormatan kepada sesama lembaga pemilu karena jabatan akan tetap melekat pada setiap perbuatan.

Baca Juga: Tingkatkan Perdagangan dengan Tiongkok, Suntikan Vaksin ke Jokowi jadi Tanda Hubungan Persahabatan

Berdasarkan hal tersebut, Arief Budiman dikenai pasal 14 huruf c juncto Pasal 15 huruf a dan b juncto Pasal 19 huruf c dan e Peraturan DKPP No 2 Tahun 2017 tentang kode etik dan pedoman penyelengaraan pemilu.

Berikut isi dari putusan pemecatan Arief Budiman dari jabatannya sebagai ketua KPU.

1. Surat KPU Nomor 663/SDM.13-SD/05/KPU/VIII/2020 tanggal 18 Agustus 2020 diterbitkan oleh Teradu sebagai tindak lanjut Surat Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia Nomor: B-210/Kemensetneg/D-3/AN.01.00/08/2020 tertanggal 13 Agustus 2020 yang ditandatangani oleh Plt. Deputi Administrasi Aparatur yang berbunyi:

...Sehubungan dengan hal tersebut di atas, kami harapkan kiranya Petikan Keputusan Presiden tersebut dapat disampaikan kepada yang bersangkutan, untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Baca Juga: Trump Digugat DPR Akibat Pengepungan Capitol, Nasibnya kini di Tangan Senat

Substansi Surat Kementerian Sekretariat Negara a quo meminta kepada Teradu untuk menyampaikan Keputusan Presiden Nomor 83/P Tahun 2020 sebagai tindak lanjut Putusan Nomor 82/G/2020/PTUN-JKT yang mewajibkan Tergugat (Presiden) untuk mencabut Keputusan Presiden Nomor 34/P Tahun 2020.

2. Dalam Surat Kementerian Sekretariat Negara tersebut, tidak terdapat frasa atau ketentuan yang memerintahkan atau mengamanatkan Teradu untuk mengangkat dan mengaktifkan kembali sdri Evi Novida Ginting sebagai anggota KPU RI periode 2017-2020.

Namun dalam Surat Nomor 663/SDM.13-SD/05/KPU/VIII/2020 yang ditujukan kepada Sdri Evi Novida Ginting Manik, tidak hanya menyampaikan Keputusan Presiden tetapi Teradu tanpa dasar meminta Sdri Evi Novida Ginting Manik segera aktif melaksanakan tugas sebagai anggota KPU RI periode 2017-2022.

3. Tindakan Teradu meminta Sdri Evi Novida Ginting Manik aktif kembali merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang (detournement de povoir) baik dalam kategori melampaui kewenangan (ultra vires) dalam pengertian tindakan bertentangan dengan ketentuan hukum maupun dalam kategori mencampuradukkan kewenangan dalam pengertian bertindak di luar materi kewenangan (onbevogheid ratione materiae) dan kategori sewenang-wenang yang bertindak tanpa dasar kewenangan (willekeur) sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Baca Juga: Lima Jenis Tanaman hias yang Cocok Ditempatkan dalam Kamar, Ada Lidah Mertua

4. Kedudukan Teradu selaku Ketua KPU termasuk sebagai pejabat administrasi, sepatutnya secara profesional dapat membaca dengan teliti dan penuh kehati-hatian setiap substansi tindakan administrasi dan/atau keputusan administrasi dari pejabat yang berwenang untuk ditindaklanjuti. Keputusan Presiden Nomor 83/P Tahun 2020 tentang Pencabutan Keputusan Presiden Nomor 34/P Tahun 2020 sebagai tindak lanjut Putusan Nomor 82/G/2020/PTUN-JKT. Amar kedua Putusan Nomor 82/G/2020/PTUN-JKT, menyatakan batal Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34/P/Tahun 2020 Tentang Pemberhentian dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum masa jabatan tahun 2017-2022. Amar ketiga Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34/P/Tahun 2020 tentang Pemberhentian dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum masa jabatan tahun 2017-2022. Amar keempat, mewajibkan Tergugat untuk merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan Penggugat sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2022 seperti semula sebelum diberhentikan. Memperhatikan Keputusan Presiden Nomor 83/P Tahun 2020 Tentang Pencabutan Keputusan Presiden Nomor 34/P Tahun 2020, bagian Pertama hanya Mencabut Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34/P/Tahun 2020 Tentang Pemberhentian dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum masa jabatan tahun 2017-2022 tanpa disertai dengan pelaksanaan Amar Keempat untuk merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan Penggugat sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2022 seperti semula sebelum diberhentikan.

5. Dalam paradigma positivisme, pencabutan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34/P/Tahun 2020 tentang Pemberhentian dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum masa jabatan tahun 2017-2022 tidak serta merta dapat disimplifikasi bahwa Keputusan Presiden yang telah dibatalkan sebelumnya seketika Keputusan tentang Pengangkatan hidup kembali dan dapat menjadi dasar untuk mengaktifkan Sdri Evi Novida Ginting Manik sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum masa jabatan tahun 2017-2022. Jika cukup dengan pembatalan Keputusan Presiden Nomor 34/P/Tahun 2020 disertai dengan mewajibkan Presiden sebagai Tergugat mencabut Keputusan a quo sebagai dasar mengaktifkan Sdri Evi Novida Ginting Manik sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum masa jabatan tahun 2017-2022, maka amar keempat Putusan Nomor 82/G/2020/PTUN-JKT yang mewajibkan Tergugat untuk merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan Penggugat sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2022 seperti semula sebelum diberhentikan, sedianya tidak diperlukan.

6. Pelaksanaan amar keempat semestinya menjadi dasar untuk mengangkat kembali dan mengaktifkan Sdri Evi Novida Ginting Manik sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum masa jabatan tahun 2017-2022, namun hal tersebut sama sekali tidak menjadi bagian dalam Keputusan Presiden Nomor 83/P Tahun 2020. Tidak dipenuhinya amar keempat Putusan Nomor 82/G/2020/PTUN-JKT dalam Keputusan Presiden Nomor 83/P Tahun 2020 merupakan sikap bijaksana Presiden yang sangat memahami sifat Putusan DKPP yang bersifat final dan mengikat sebagaimana dalam Pasal 458 ayat (13) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan sebelumnya telah dipertegas dalam Putusan MK Nomor 31/PUU-XI/2013 yang menyatakan bahwa Putusan DKPP bersifat final dan mengikat bagi Presiden, KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, dan Bawaslu.

7. Amar Keempat Putusan Nomor 82/G/2020/PTUN-JKT merupakan putusan yang tidak dapat dilaksanakan (non-executable) sehingga tidak menjadi bagian dari Keputusan Presiden Nomor 83/P Tahun 2020.

Baca Juga: Selain Sebagai Tanaman Hias, Ternyata Ini Manfaat Daun Ungu untuk Kesehatan

8. Berdasarkan hal tersebut Teradu sama sekali tidak memiliki dasar hukum maupun etik memerintahkan Sdri Evi Novida Ginting Manik aktif kembali sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum karena menurut hukum dan etika Evi Novida Ginting tidak lagi memenuhi syarat sebagai penyelenggara pemilu setelah diberhentikan berdasarkan Putusan DKPP Nomor 317-PKE- DKPP/X/2019.

9. Pandangan ahli hukum administrasi negara Rudy Lukman dalam persidangan menyampaikan bahwa perlu dilihat aktifnya Sdri Evi Novida Ginting Manik apakah karena Keputusan Presiden atau surat Teradu. Menurut ahli, ada amar PTUN yang khusus untuk rehabilitasi sehingga seharusnya ada tindakan dari Presiden untuk mengembalikan Sdri Evi Novida Ginting Manik dalam kedudukan sebelumnya sebagai anggota KPU.

10. Tidak ada satu pun tindakan atau keputusan administrasi yang dilakukan Presiden sebagai dasar merehabilitasi dan mengembalikan Sdri Evi Novida Ginting Manik dalam kedudukan sebelumnya kecuali surat Teradu selaku Ketua KPU Nomor 663/SDM.13-SD/05/KPU/VIII/2020 yang ditandatangani oleh Teradu.

11. Tindakan Teradu menerbitkan Surat KPU Nomor 663/SDM.13-SD/05/KPU/VIII/2020 dengan menambah klausul yang meminta Sdri Evi Novida Ginting Manik aktif melaksanakan tugas sebagai anggota KPU periode 2017-2022 merupakan tindakan penyalahgunaan wewenang dalam kedudukan sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia yang sepatutnya memastikan seluruh kerangka hukum dan etika dalam setiap tindakannya.

Baca Juga: Tips Sederhana Mencegah Anda dari Penyakit Obesitas

12. Berdasarkan fakta dan bukti sebagaimana diuraikan pada angka 4.3.1 dan 4.3.2 Teradu terbukti tidak mampu menempatkan diri pada waktu dan tempat di ruang publik karena dalam setiap kegiatan Teradu di ruang publik melekat jabatan sebagai Ketua KPU, Teradu juga terbukti menyalahgunakan wewenang sebagai Ketua KPU mengaktifkan kembali Sdri Evi Novida Ginting Manik dan bertindak sepihak menerbitkan surat 663/SDM.13-SD/05/KPU/VIII/2020.

13. DKPP berpendapat Teradu tidak lagi memenuhi syarat untuk menyandang jabatan Ketua KPU. Berdasarkan hal tersebut Teradu telah terbukti melanggar Pasal 11 huruf a dan huruf b juncto Pasal 15 huruf a, huruf c, huruf d dan huruf f juncto Pasal 19 huruf c, huruf e dan huruf d, Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

14. Dengan demikian, dalil aduan Pengadu Terbukti dan jawaban Teradu tidak meyakinkan DKPP. Teradu terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Penyelenggara Pemilu.***

Editor: Gunawan Bahruddin

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler