JURNALPALOPO.COM- Artikel ini berisi liturgi harian berupa renungan dan doa.
Renungan dan doa yang tercantum dalam liturgi Senin 18 Maret 2024, tentang Injil Yohanes.
Simak dengan baik renungan dan doa, liturgi Senin 18 Maret 2024.
Baca Juga: Renungan dan Doa Harian Liturgi Injil Katolik Minggu 17 Maret 2024: Aku Akan Menjadi Allah Mereka
Bapak, Ibu dan Saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus, Pada Renungan Harian Senin 18 Maret 2024.
Dalam Bacaan Injil Yohanes 8:1-11 hari ini mengisahkan tentang “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan ini.”
Orang-orang Yahudi tentunya sudah membaca Kitab Daniel dan sudah mengetahui faktanya.
Mereka tahu bahwa raja Antiokhus telah membuat kegemparan yang sangat dibenci rakyat Yahudi, yaitu mendirikan sebuah altar untuk memuja dewa Zeus di Bait Allah.
Baca Juga: Bacaan Liturgi Injil Katolik Minggu 17 Maret 2024, Injil Yohanes: Tuan Kami Ingin Bertemu Yesus
Orang-orang Yahudi juga mengetahui bahwa raja Antiokhus ini telah mendeklarasikan dirinya sebagai seorang wakil Allah di atas muka bumi, dan ia pun menganiaya dan membunuh banyak orang Yahudi.
Orang-orang Yahudi juga mengetahui bahwa mereka membutuhkan contoh-contoh yang memberi inspirasi, cerita-cerita yang dapat menolong mereka mempertahankan iman-kepercayaan mereka dalam masa penuh pencobaan.
Melalui inspirasi Roh Kudus, cerita tentang Susana sejalan dengan cerita-cerita lain dalam Kitab Daniel memenuhi kebutuhan tersebut dengan menampilkan “tokoh-tokoh” atau “pribadi-pribadi” yang menolak untuk menyangkal Allah yang mereka sembah, walaupun dalam situasi yang penuh bahaya dan terancam kematian.
Cerita itu juga menunjukkan kuat-kuasa Allah yang sungguh luarbiasa untuk membebaskan orang-orang yang setia kepada-Nya.
Cerita-cerita ini mengingatkan orang-orang Yahudi akan sesuatu yang tidak diungkapkan oleh situasi-kondisi yang mereka hadapi dan alami: bahwa mereka masih dapat bergantung pada Allah, apa pun yang terjadi.
Cerita diatas juga dialami oleh para martir Kristus. Mungkin anda berpikiran bahwa seandainya menjadi pengikut Yesus pada waktu itu, gampang disaat Yesus menjadi manusia, akan diberi mukjizat dan berkat langsung dari Yesus seperti yang tertulis dalam Injil.
Namun ternyata menjadi pengikut Yesus tidaklah mudah. Para martir pada zaman dahulu tidak bisa terang-terangan seperti kita sekarang yang menyembah Kristus dan bahkan membuat tanda salib sebelum berdoa ditempat umum yang menandakan bahwa kita adalah seorang pengikut Kristus, kita seorang Katolik.
Namun para martir zaman dahulu tidak bisa terang-terangan seperti kita sekarang. Jika mereka diketahui adalah pengikut Kristus, mereka akan dihadapkan oleh kedua pilihan:
1) mereka memilih menyangkal Yesus dan menyembah dewa-dewa kafir atau
2) mereka tetap menyembah Kristus dan dijatuhi hukuman mati.
Banyak para martir Kristus dijatuhi hukuman mati dengan disalib, dibakar, dilempari ke tengah-tengah binatang buas yang lapar, dan dengan cara yang keji lainnya.
Namun cobaan itu tidak mengingkari iman dan cinta mereka kepada Kristus Yesus, bagi mereka mati dibunuh sebagai pengikut Kristus adalah jalan terbaik agar mereka cepat sampai kepada harta abadi menunggu di sorga yang disediakan Allah Bapa melalui Putera-Nya Tuhan kita Yesus Kristus.
Marilah kita juga menjadi Susana, atau para martir Kristus lainnya. Bukan berarti kita akan mati dengan disalib, dibakar, dan dibunuh secara keji.
Namun menjadi pengikut Kristus berarti kita menyangkal diri dan memanggul salib setiap hari agar dengan menyalibkan dosa-dosa kita, kita mati bersama-sama dengan Dia, dan memperoleh hidup baru bersama-sama dengan Dia.
Apakah kita (anda dan saya) sudah menjadi surat-surat Kristus yang terbuka ditengah-tengah sesama kita?
Kisah Susana ini disusun dari berbagai unsur karakter dan pelaku yang terlibat, dengan alur ceritera penuh ketegangan, sehingga menghasilkan bacaan yang menarik.
Baca Juga: Bacaan Doa dan Renungan Injil Katolik Liturgi Kamis 14 Maret 2024: Saksi Bisu dan Palsu
Dalam ceritera ini ditampilkan tokoh-tokoh yang menjadi “model” bagi umat Allah.
Kisah ini disusun dalam periode Makabe (pada masa orang-orang Yahudi menderita di bawah penganiayaan dibawa penguasa Yunani, Anthiokus Epifanes IV),
Kisah ini mengajarkan dua pelajaran: Iman akan berkemenangan atas kemalangan, dan bahkan orang yang tidak percaya pun dapat belajar tentang kuat-kuasa Allah dan otoritas-Nya.
Menurut cerita ini, Susana anak Hilkia dan istri Yoyakim adalah seorang perempuan muda yang takwa kepada Allah, hidup di Babel pada masa pembuangan.
Orang tuanya mengajarnya untuk takut akan Allah dan mentaati Hukum Musa (Dan 13:2-3).
Di lain pihak para antagonis dalam cerita ini adalah dua orang tua-tua yang memiliki pikiran bengkok (Dan 13:9) dan dipenuhi dengan “hasrat penuh nafsu” (Dan 13:11).
Kedua orang tua-tua itu lupa daratan dan tidak memandang surga (Dan 13:9) sedangkan Susana sendiri menengadah ke surga sambil menangis (Dan 13:35).
Akibatnya: Susana yang percaya pada Allah, dibebaskan; sedangkan kedua orang tua-tua yang memalingkan pandangan mereka dari Allah kemudian dihukum.
Pentinglah bagi kita untuk mengingat bahwa Susana tidak mengetahui apakah dirinya akan dihukum atas tuduhan perzinahan. Keprihatinan Susana hanyalah bahwa kebenaran Allah tidak akan ternoda.
Inilah sebagian dari doa Susana: “Namun demikian lebih baiklah aku jatuh ke dalam tangan kamu dengan tidak berbuat demikian, dari pada berbuat dosa di hadapan Tuhan” (Dan 13:23).
Ancaman kematian tidak berhasil menggoyang imannya. Oleh karena itu Tuhan menghargai kesetiaannya dan membangkitkan Daniel untuk membantu dirinya.
Bacaan ini menjadi salah satu bacaan masa Prapaskah karena bacaan ini tidak hanya merupakan sebuah “model” bagi kita, tetapi juga menunjuk kepada Yesus yang tidak pernah menyangkal Bapa-Nya atau berupaya untuk melindungi diri-Nya sendiri dengan menghindarkan diri dari rasa sakit dan penderitaan.
Yesus mengasihi bahkan mereka yang memusuhi dan melawan diri-Nya (Ibr 12:3). Cinta kasih Yesus tak dapat kita lukiskan dengan kata-kata cintakasih setia dan penuh ketaatan, sampai mati di kayu salib (Flp 2:5-8). Semoga hal yang sama juga benar bagi diri kita masing-masing!
Doa Penutup
Bapa surgawi, Engkau telah memanggil kami untuk mengenal dan menerima kasih-Mu.
Bukalah hati kami bagi hal itu, dengan demikian seperti Yesus kita tidak akan pernah menjadi lelah atau putus-asa.
Melalui kuasa Roh Kudus-Mu, semoga kami tetap teguh dalam beriman dan memiliki keyakinan akan kemenangan-Mu. Amin.***