'Tawaro', Identitas Tana Luwu yang Semakin Tergerus

- 12 Juli 2020, 22:45 WIB
'Tawaro' yang dalam bahasa Indonesianya adalah sagu.
'Tawaro' yang dalam bahasa Indonesianya adalah sagu. //The Sawerigading Institute

JURNALPALOPO.COM - 'Tawaro' yang dalam bahasa Indonesianya adalah Sagu bukan hanya sebagai bahan makanan pokok bagi sebagian masyarakat khususnya di Tana Luwu, tetapi juga merupakan perlambang budaya yang telah diwariskan turun-temurun.

Sebagai tanaman yang hampir semua bagiannya dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia, sagu sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah peradaban manusia di daerah ini.

Hanya saja, akibat intensifikasi dan ekstensifikasi secara massif di sektor pangan, perkebunan dan hortikultura, hutan sagu semakin terdesak ke kawasan marjinal dimana tanaman budidaya tidak dapat tumbuh dengan baik.

Baca Juga: Budaya Luwu Dalam Perspektif Kepercayaan Dewata Sewwae, Budaya Spiritual dan Islam

Lambat laun sagu tergantikan dengan pangan beras, hanya di daerah pelosok yang tidak mampu mengakses beras yang masih mengkonsumsi sagu. Akibatnya, perlahan sagu mulai dianggap sebagai makanan masyarakat kelas menengah ke bawah.

Padahal, di balik sagu ada banyak manfaat dan potensi luar biasa bagi kehidupan. Mulai dari aspek gizi dan kesehatan hingga ke perspektif ekonomi dan bisnis.

Sayangnya, lahan sagu di Tana Luwu kini semakin berkurang. Jika tak diintervensi dengan benar, Tana Luwu akan segera kehilangan entitas budayanya yang satu ini.

Diskusi daring bertajuk Revitalisasi Tanaman Sagu sebagai Alternatif Pengganti Beras di Tana Luwu. menghadirkan sejumlah pakar yang akan membahas sagu dari sejumlah aspek.

Baca Juga: Sawedi Muhammad Usulkan Pemberian Saham PT. Vale Kepada Masyarakat di Lingkar Tambang

Halaman:

Editor: Gunawan Bahruddin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x