Muncul Isu Politik Identitas di Tengah Survei Elektabilitas Partai Politik Menurun

- 11 November 2020, 09:22 WIB
Sejumlah bendera partai politik nasional yang dipasang di jembatan Pantee Pirak, Kota Banda Aceh
Sejumlah bendera partai politik nasional yang dipasang di jembatan Pantee Pirak, Kota Banda Aceh /ANTARA/Ampelsa

JURNALPALOPO - Menurut hasil survei elektabilitas sejumlah partai politik yang dilakukan oleh Indometer menunjukkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) semakin moncer dan Partai Gerindra justru mengalami peningkatan.

"Elektabilitas partai politik mengalami penurunan. Hanya empat parpol yang naik yaitu PDIP, Gerindra, PKS, dan PSI," kata Direktur Eksekutif Survei Indometer Leonard SB dalam siaran persnya, di Jakarta, Jumat, 16 Oktober 2020.

PDIP masih tetap unggul dengan elektabilitas 31,6 persen, naik dari 26,8 persen pada survei Juli 2020. Gerindra menyusul di urutan kedua, dengan kenaikan dari 14,1 persen menjadi 14,4 persen.

Baca Juga: Pejuang Masa Pandemi, Semua Orang Berperan Menekan Laju Penyebaran Covid-19

Koalisi strategis yang dibangun oleh PDIP dan Gerindra meraup posisi dominan, belum tergoyahkan oleh parpol-parpol lain maupun yang ada di luar pemerintahan.

Menurut Leonard, di antara parpol oposisi hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang naik elektabilitasnya, dari 4,9 persen menjadi 5,7 persen.

Sementara itu Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang belum memiliki keterwakilan di Senayan bergerak naik dari 4,4 persen menjadi 4,8 persen.

"Hampir semua parpol lainnya di kubu pemerintah menurun elektabilitasnya," ujar Leonard dilansir dari Antara via Glalamedia. Pada peringkat ketiga Golkar turun dari 8,2 persen menjadi 8,0 persen.

Baca Juga: 7 Fakta Menarik dibalik Pohon Kamboja, dari Indentik dengan Pemakaman Hingga Rontoknya Bunga

Lalu ada PKB (5,4 persen menjadi 5,1 persen), Nasdem (4,2 persen menjadi 3,6 persen), dan PPP (2,1 persen menjadi 1,9 persen).

Sementara parpol di luar pemerintah lainnya, lanjutnya, juga menurun, yaitu Demokrat (3,9 persen menjadi 3,2 persen) dan PAN (2,3 persen menjadi 1,1 persen).

"PAN makin anjlok setelah pendirinya Amien Rais resmi keluar dan membentuk parpol baru, Partai Ummat," jelasnya.

Selebihnya parpol-parpol papan bawah, yaitu Perindo, Hanura, dan Berkarya hanya berada di angka 0,4 sampai 0,7 persen.

Baca Juga: Tes Kepribadian: Pilih Instrumen Dan Ketahui Tentang Diri Anda

PKPI, PBB, dan Garuda masing-masing 0 persen, dan sisanya tidak tahu/tidak menjawab (22,2 persen/19,4 persen).

Di tengah penurunan elektambilitas partai, muncul isu politik identitas yang cukup populer belakangan ini.

Munculnya isu ini dikarenakan tumbuhnya partai politik baru bernuansa Islam. Paling baru ada partai Masyumi dulunya pernah menjadi nomor dua pemenang pemilu namun akhirnya dibubarkan.

Deklarasi resmi dan rencana pencalonan anggota partai Masyumi, digelar di Gedung Dewan Dakwah, Jakarta Pusat, Sabtu, 7 November 2020.

Baca Juga: Wanita Wajib Tahu! Selain Gejala, Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Menopause

Dalam acara tersebut, Ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Partai Islam Ideologis (BPU-PPII) A. Cholil Ridwan mengatakan, pihaknya resmi mengajak Ustaz Abdul Somad (UAS) untuk ikut menjadi anggota Majelis Syuro Partai Masyumi.

"Mudah-mudahan UAS bisa menjadi anggota Majelis Syuro," kata Cholil saat menyampaikan pidato dalam deklarasi Partai Masyumi yang disiarkan secara virtual, Sabtu, 7 November 2020.

"Ini ditangkap sebagai momentum di mana isu politik identitas terutama berbasis agama sedang cukup populer atau dipopulerkan kembali," sebut Pengamat Politik dan Pemerintahan Universitas Indonesia (UI), Dr. Ade Reza Hariyadi dikutip dari RRI, Rabu 11 November 2020.

Ade mengatakan, harapan para pendiri ini dapat dikatakan cenderung untuk menjadi kekuatan politik alternatif di luar partai-partai yang ada.

Baca Juga: SinB GFRIEND dan Beberapa Nama Idol K-Pop Wanita Ini Memiliki Makna yang Tidak Biasa

"Harapannya menjadi mainstream politik alternatif atau kekuatan politik alternatif di luar partai-partai yang sudah ada ya," ucapnya.

Ade mengungkapkan, munculnya partai baru ini harus memberikan isu politik baru, yang sesuai perubahan zaman, dan tidak dapat hanya semata membawa politik historical semata.

"Kalau kita belajar dari pengalaman di pemilu 99 dan hingga 2004. Saya kira bermodal politik historical saja tidak cukup untuk menjadi pondasi bagi eksistensi partai di masa depan," ungkapnya.***

Editor: Gunawan Bahruddin

Sumber: Galamedia RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah