Menurut Indra Gustari, Kepala Bidang Analisis Variabilitas Iklim, BMKG, Hingga Juni, baru 64 persen wilayah di Indonesia yang sudah memasuki musim kemarau. Sisanya masih mengalami musim hujan dengan pontensi curah hujan tinggi.
Kabupaten Luwu Utara termasuk wilayah yang masih mengalami mengalami musim hujan dengan curah hujan tinggi diatas 50 milimeter sepanjang tahun.
"Puncak hujan untuk daerah Masamba adalah diakhir Maret hingga akhir Juni," paparnya.
Menurutnya, curah hujan pada tanggal 13 Juli tergolong rendah.
Baca Juga: Kemensos Beri Tunjangan Kematian Rp. 15 Juta, Bagi Korban Banjir Bandang Luwu Utara.
"Curah hujan atau banjir yang terjadi di Luwu Utara ini bukan hanya terjadi karena hujan pada 13 juli, tapi merupakan akumulasi dari hujan sebelumnya selama sepuluh hari yang terbilang tinggi diatas 50 milimeter," tambahnya.
Senada dengan hal tersebut, M. Rokhis Khomarudin, Kepala Pusat Penginderaan Jarak Jauh, LAPAN mengatakan, pantauan satelit Himawari-8 menunjukkan adanya hujan yang lebat pada tanggal 12 hingga 13 juli.
LAPAN juga menunjukkan adanya penurunan lahan hutan primer seluas 20 ribu hektar, peningkatan pertanian lahan basah seluas 10.595 hektar dan peningkatan lahan perkebunan seluas 2.261 hektar selama sepuluh tahun.
Baca Juga: Jalur Lalu Lintas Menuju Lokasi Banjir Bandang Luwu Utara Padat Merayap
Namun menurutnya, perubahan penutupan lahan ini bukan merupakan faktor utama penyebab bencana banjir bandang.