Sri Mulyani Sebut Dunia Butuh Rp. 117.600 Triliun Untuk Atasi Dampak Pandemi Covid-19

27 Agustus 2020, 20:20 WIB
Ilustrasi Covid-19. //Pexels/CDC/*/Pexels/CDC

JURNALPALOPO.COM- Pandemi Covid-19 hingga kini masih menjadi momok dan berdampak besar bagi sektor kesehatan, pendidikan, sosial serta ekonomi.

Bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan dunia butuh lebih dari delapan triliun dola AS atau berkisar Rp. 117.600 triliun, untuk mengatasi dampaknya.

"Dalam hitungan International Monetetary Fund (IMF) lebih dari 8 triliun dolar AS adalah sumber daya yang digunakan untuk menangani dan mengatasi Covid-19,"ucap Sri Mulyani dalam diskusi dari di Jakarta, Kamis 27 Agustus 2020.

Baca Juga: Hasil Lelang Jabatan Diumumkan BKPSDM Kota Palopo, Ini Nama-namanya

Baca Juga: Fokus Pecahkan Masalah Petani, Aliansi Mahasiswa Sinjai Gelar Sharing Aspirasi Tani

Dikutip dari wartaekonomi.co.id, dengan judul 'Kata Sry Mulyani, Dunia Butuh Rp. 117.600 Triliun Atasi Covid-19', yang dikutip dari Republika, Sry Mulyani mengungkapakan seluruh negadara di dunia terus mencari titik keseimbangan dalam mengatasi Covid-19.

Hal itu mengingat jumlah kasus Covid-19 yang terus bertambah hingga 23,6 juta orang dengan kematian mencapai lebih dari 814.000 orang dan belum terdapat tanda-tanda akan selesai.

Untuk Indonesia sendiri, hingga 26 Agustus 2020 telah mencapai 160.165 orang dengan 6.944 orang meninggal dan 37.812 orang masih dirawat.

Pandemi Covid-19 merupakan bencana kemanusiaan yang memengaruhi seluruh faktor paling dalam di kehidupan masyarakat mulai dari interaksi secara sosial, politik, kultural, serta ekonomi.

"Jutaan pekerja kehilangan pendapatan ataupun pekerjaan, banyak perusahaan bangkrut. Seluruh dunia melakukan kebijakan countercyclical,"beber Sry Mulyani.

Baca Juga: 7 Destinasi Wisata yang Berada di Kabupaten Barru Sulawesi Selatan

Baca Juga: Kunjungi Korban Bencana Banjir Bandang Luwu Utara, Nurdin Abdullah : Masalahnya Adalah Huntap

"Indonesia mengalami kontraksi ekonomi pada kuartal kedua 2020, yaitu minus 5,3 persen,"ungkapnya.

Sri Mulyani mengatakan, kontraksi yang dialami oleh Indonesia terjadi karena konsumsi masyarakat, investasi, serta kegiatan ekspor dan impor menurun sangat tajam.

Oleh sebab itu, Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah Indonesia membuat langkah-langkah seperti mengeluarkan UU 2/2020, menaikkan batas defisit menjadi 6,34 persen, dan merevisi anggaran melalui Perpres 72/2020.

Pemerintah juga membuat Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), mencakup bidang kesehatan, pemberian bansos, membantu UMKM, mendukung korporasi dan sektoral maupun perekonomian daerah.***

 

Editor: Naswandi

Sumber: Warta Ekonomi

Tags

Terkini

Terpopuler